INDOPOSCO.ID – Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) mendorong perlindungan terhadap masyarakat adat dan pembela HAM yang merupakan kelompok rentan. Pernyataan tersebut diungkapkan Komisioner Pengaduan, Komnas HAM Hari Kurniawan dalam keterangan, Minggu (28/7/2024).
Selain itu, menurut dia, pada kasus konflik agraria tanah adat Komnas HAM meminta Polri untuk mengedepankan pendekatan HAM dan menghindari upaya pemidanaan terhadap pihak yang berkonflik, khususnya masyarakat adat, dalam upaya memperjuangkan hak atas tanahnya.
“Kami memberikan catatan penting terhadap penangkapan yang diduga dilakukan oleh oknum yang menggunakan simbol perusahaan, bukan aparat penegak hukum,” katanya.
“Tindakan tersebut dapat diidentifikasi sebagai upaya paksa yang tidak sah, karena pihak yang berwenang melakukan penangkapan hanya penyidik, penyelidik atas perintah penyidik dan penyidik pembantu,” imbuhnya.
Ia mengatakan, penangkapan menurut KUHAP merupakan tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan.
Adapun penangkapan dilakukan, lanjut dia, setidaknya mensyaratkan penangkapan didasarkan pada bukti permulaan yang cukup, tidak dilakukan sewenang-wenang. Dan memiliki landasan hukum, tidak menggunakan kekerasan, serta dilengkapi dengan surat perintah penangkapan.
“Apabila terdapat keterlibatan anggota Polri dalam proses tersebut, kami mengingatkan penggunaan kekuatan Polri harus senantiasa menghormati prinsip dan standar HAM,” tegasnya.
“Sebagaimana Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, dan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 sebagai pedoman dalam penggunaan kekuatan guna menghindari kekuatan yang berlebih dan tidak bertanggung jawab, antara lain prinsip legalitas, proporsionalitas, preventif, nesesitas, kewajiban dan masuk akal sebagai syarat,” imbuhnya.
Ia juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk ikut terlibat dalam penyelesaian konflik Agraria di sekitar wilayah kehutanan yang melibatkan korporasi dengan masyarakat adat.
“Kami juga mendesak korporasi, dalam hal ini PT. Toba Pulp Lestari (TPL), untuk memedomani prinsip-prinsip bisnis dan HAM,” ucapnya.
Ia menambahkan, sebagai bentuk penghormatan HAM, korporasi harus memasukkan prinsip-prinsip HAM dalam kebijakan atau aturan internal serta mempertimbangkan standar dan informasi tambahan terkait HAM dalam kegiatan operasional perusahaan.
“Kami menyesalkan tindakan penangkapan terhadap 7 orang masyarakat adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas, Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara,” ujarnya.
Sebelumnya, 7 orang masyarakat adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas, Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Mereka di antaranya Tomson Ambarita, Jonny Ambarita, Gio Ambarita, Prando Tamba, Hitman Gogo Ambarita dan Pak Kwin Ambarita.
Ketujuh korban ditangkap oleh 50 orang, buntut panjang konflik agraria antara Masyarakat Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas, Pamatang Sidamanik dengan PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL). (nas)








