INDOPOSCO.ID – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, seluruh calon presiden yang berlaga dalam pemilihan presiden (Pilrpes) 2024 belum sepenuhnya menunjukan komitmen terkait perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM. Itu dilihat ketika debat perdana capres di KPU RI, Jakarta, Rabu (13/12/2023).
“Momentum ini kurang maksimal untuk menggali ‘isi kepala’ para Calon Presiden karena waktu pemaparan yang terbatas dan isu Hak Asasi Manusia (HAM),” kata Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (13/12/2023).
Menurutnya ada beberapa isu atau topik penting tetapi belum sempat dibahas yakni, peran Presiden dalam kaitannya menjalankan reformasi sektor keamanan dan mencegah institusi keamanan, seperti Polri dan TNI melakukan pelanggaran HAM.
Selain itu, isu-isu seperti komitmen para pasangan (calon) untuk menghentikan pelanggaran HAM dalam pembangunan. “Langkah yang dilakukan dalam mengembalikan kebebasan akademik pun tidak sama sekali dibahas,” ujar Dimas Bagus.
Berdasarkan pengamatannya, empat menit waktu yang diberikan kepada masing-masing calon, seperti capres nomor urut 1, Anies Baswedan berfokus pada prinsip negara hukum yang tidak ditegakan sesuai kepentingan kekuasaan.
“Fenomena pelaporan kepada aparat yang tidak ditindaklanjuti dan peristiwa 21-23 Mei 2019 lalu,” ujar Dimas
Sementara dalam paparan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menjauhi konteks persoalannya. “Kami tidak cukup bisa menangkap gagasan dari Prabowo Subianto, yang hanya banyak bercerita soal kisahnya berkarir sebagai prajurit. Bahkan tidak menyentuh tema yang seharusnya,” kritiknya.
Sedangkan capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo berangkat dari permasalahan di berbagai daerah di Indonesia seperti akses kesehatan, hak atas pekerjaan, sampai hak atas fasilitas pendidikan.
Lebih jauh, Ganjar menyebut soal intimidasi terhadap kebebasan berekspresi, serta pemerintahan bersih serta akomodatif.
Berdasarkan pemaparan di sesi awal tersebut, KontraS berpendapat bahwa ketiga capres tidak menunjukan komitmennya soal memimpin arah gerak kemajuan dan peradaban HAM di Indonesia, lewat sejumlah langkah strategis.
“Kami pun tidak menemukan visi besar dalam penegakan HAM, padahal dalam sistem negara presidensialisme, otoritas-kewenangan yang diberikan Presiden sangatlah,” imbuhnya. (dan)







