INDOPOSCO.ID – Pergolakan atau perpecahan yang terjadi di tubuh Partai Demokrat lebih disebabkan karena lemahnya leadership atau kepemimpinan.
Salah satu faktor dalam leadership adalah kemampuan untuk merangkul berbagai kepentingan.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengatakan hal kunci dalam politik adalah merangkul berbagai kepentingan, bukan soal menang dan kalah.
“Kalau tidak mampu merangkul berbagai kepentingan, berarti lemah leadership-nya. Saya berhipotesa, di bawah kepemimpinan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) masih bisa merangkul berbagai kepentingan itu. Tetapi di bawah kepemimpinan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) tidak lagi mampu merangkul berbagai kepentingan sehingga munculnya kader-kader Partai Demokrat yang mendeklarasikan Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang yang mengajak Moeldoko menjadi ketua umum,” ujar Emrus, kepada Indoposco, Minggu (12/9/2021).
Menurut Emrus, pergolakan di tubuh Partai Demokrat akan terus terjadi jika tidak segera diselesaikan secara politik pula. Karena persoalan politik tidak akan mampu diselesaikan secara hukum kendati penyelesaian secara hukum itu merupakan amanat konstitusi sebagai negara hukum.
“Persoalan politik bukan soal menang dan kalah. Persoalan politik adalah persoalan kekuasaan. Politik itu merangkul berbagai kepentingan,” kata Emrus.
Emrus menyarankan Partai Demokrat kembali dipimpin SBY dan merangkul semua faksi yang ada di tubuh Partai Demokrat termasuk yang mendeklarasikan Partai Demokrat di Deli Serdang.
“Mereka harus bertemu dan berdialog. Tetapi tidak boleh saling memaksakan kehendak. Andaikan mereka menyatu, berarti ada dua faksi yakni faksi AHY dan faksi Moeldoko. Mereka berdialog saja, bertukar kepentingan, sehingga ditemukan titik kompromi. Demokrasi dalam suatu partai adalah seni berkompromi. Tidak boleh memaksakan kehendak. Faksi Moeldoko tidak boleh memaksakan kehendak ke faksi AHY. Sebaliknya juga demikian,” ujar Emrus.
Lebih jauh, Emrus mengemukakan, dari kompromi itu bisa saja disepakati SBY menjadi pemimpin Partai Demokrat dan mungkin sekretaris jenderal (Sekjen) dari faksi Moeldoko.
“Saya berani berpendapat bahwa figur pemersatu, yang bisa merangkul semua adalah SBY. Sederhana melihatnya. Ketika kepemipinan SBY, tidak terjadi ini (perpecahan). Bukankah terjadi ini setelah kepemimpinan AHY,” katanya.
Emrus menegaskan, partai politik itu milik rakyat, bukan milik pendiri, bukan PT (Perseroan Terbatas), atau “milik pemegang saham.” Partai politik itu, kata Emrus, milik rakyat karena melalui partai muncul pemimpin eksekutif dan legislatif.
“Bahkan, pemimpin yudikatif pun melalui fit and proper test di DPR. DPR representrasi dari fraksi dan fraksi representasi dari partai politik. Pemimpin bangsa ini diperoleh dari proses politik melalui partai. Bukankah mereka (partai politik) menerima dana dari negara. Dengan kata lain, duit rakyat juga ada di partai politik, termasuk Partai Demokrat,” katanya.
Pergolakan di tubuh Partai Demokrat akan berakhir, kata Emrus, jika menempuh tidak kompromi dan merangkul berbagai kepentingan.
“Kalau Partai Demokrat terus seperti ini, rakyat akan menilai bahwa kader-kader Partai Demokrat tidak dewasa dalam berpolitik. Rakyat akan menilai, mengurus diri sendiri (Partai Demokrat) saja tidak bisa, bagaimana memimpin bangsa ini,” ujarnya.
Emrus berpendapat, perpecahan di tubuh Partai Demokrat akan menggerus dukungan dari rakyat. “Mereka akan kehilangan kepercayaan dari rakyat. Rakyat tidak akan mendukung lagi Partai Demokrat karena mengurus organisasi partai saja belum menunjukkan hasil yang baik bagaimana memimpin negara, atau memimpin di legislatif atau eksekutif di Pilkada,” katanya.
Emrus berpandangan bahwa jika Partai Demokrat berhasil menyatu maka seluruh kader bisa memiliki kesempatan untuk mere-covery persepsi publik yang sudah terlanjur kurang baik. (dam)







