INDOPOSCO.ID – Kasus dugaan mark up pengadaan masker di Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten memasuki masa persidangan dengan agenda menghadirkan dua saksi dari lembaga itu.
Dua saksi yang hadir, yakni Ahmad Drajat sebagai mantan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dan Yusni Marliani sebagai mantan Kepala Seksi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Dinkes Provinsi Banten.
Dalam proses persidangan, banyak momentum lucu terjadi. Hal itu diakibatkan keterangan saksi Ahmad Drajat yang banyak mengaku tidak tahu terkait pengadaan masker.
Ahmad mengaku pernah mengikuti rapat di Aula Dinkes Banten bersama Kepala Dinkes Banten Ati Pramudji Hastuti dan pejabat yang lain dan membahas kekurangan masker untuk penanganan pandemi.
Ahmad dalam jabatannya memiliki tugas untuk mengedukasi penanganan Covid-19 kepada masyarakat. Namun pihaknya sama sekali tidak mengetahui tentang pengadaan masker dan sumber anggarannya.
“Nggak dilibatkan pak. Ikut rapat di Dinkes sekali April 2020. Kadinkes, yang ngundang di grup WA. Pas kekurangan masker di (wilayah) Banten. Jumlah dan nominalnya nggak tahu,” katanya kepada Majelis Hakim di ruang sidang Pengadilin Negeri (PN) Serang, Rabu (28/7/2021).
Saat ditanya isi dari rapat tersebut, Ahmad mengaku tidak ingat karena mengikuti rapat tidak fokus. Yang pasti, rapat itu dihadiri oleh pejabat mulai dari eselon III, IV, Sekretaris Dinkes dan Kepala Dinkes Banten.
“Nggak denger, sampai selesai. Nggak fokus pak. Iya (hanya ikut-ikutan saja),” ungkapnya.
Saat ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU), saksi Ahmad mengaku tidak mengetahui apapun tentang pengadaan masker. Bahkan tidak pernah melihat ada pendistribusian masker ke Kantor Dinkes. Selain itu, pihaknya tidak kenal kepada dua terdakwa dari pengusaha atau penyedia barang.
“Nggak tahu (kalau pengadaan masker di Dinkes). Saya nggak jelas, nggak paham (pemaparan kebutuhan masker). Saya tidak tahu. Tidak tahu (jenis masker yang dipilih). Tidak ingat. Nggak (pernah Lia menghubungi). Tidak pernah (tahu biaya masker). Saya nggak begitu jelas dari mana anggarannya,” paparnya.
Saksi mengaku tidak pernah dilibatkan dalam tim pengadaan. Sebab, pihaknya mendapat Surat Keterangan (SK) tim pengadaan masker pada 28 Mei 2021, setelah pengadaan itu terganjal hukum. Padahal, pengadaannya pada tahun 2021.
“28 Mei 2021 dapat SK. Iya (setelah jadi masalah baru tahu). Sebelumnya tidak pernah tahu masuk tim. Tahu ada SK setelah 28 Mei 2021,” ungkapnya
Setelah dilakukan pengembangan keterangan, saksi banyak tidak tahu dalam pengadaan masker. Hal itu membuat JPU Subardi merasa aneh karena saksi sudah menjabat sejak tahun 2011 di Dinkes Banten.
“Saudara paham program Dinkes, dari tahun 2011 saudara duduk di Dinkes, apalagi saudara mendapat surat perintah yang datangnya belakangan. Kalau diundang kan dilibatkan, mengetahui,” kata JPU.
“PPK bu Lia. PPHP nggak tahu, dari dinas. Nggak (mencari tahu),” jawab saksi.
Kemudian, JPU Subardi menyemprot saksi lantaran tidak tahu program dari jabatannya.
“Gimana saudara diberi surat keputusan, saudara nggak tahu tentang kedinasan. Saudara pejabat, itu yang mau dikatakan bangun Banten gitu? Saudara tahu undangan rapat?,” tanyanya.
“Dari grup (whatshapp),” timpal saksi.
Bahkan saat ditanya kesimpulan rapat yang digelar bulan April 2020 tentang ada kekurangan masker, saksi hanya menjawab tidak ingat karena tidak fokus mengikuti rapat.
“Salah satu dari materi pembahasan APD, salah satunya masker. Saudara nggak ada usulan kepada Kepala Dinas? Nggak ada? Jadi hadir mendengarkan, pulang,” ucap JPU.
“Biasanya dibagi. Kalau ini (masker bedah) dapat minta. Saya nggak tahu kalau yang lain,” tutur saksi Ahmad.
Setelah mendapat keterangan yang cukup, proses sidang itu ditutup dan akan digelar pada 4 Agustus 2021. (son)








