INDOPOSCO.ID – Tragedi pembajakan pesawat DC 9 milik Garuda Indonesia atau dikenal “Woyla” pada 28 Maret 1981 silam menyimpan cerita menegangkan. Pesawat itu dibajak di udara antara Palembang-Medan.
Pesawat dengan nomor penerbangan GA 206 itu diterbangkan pilot Kapten Herman Rante dan kopilot Hedhy Djuantoro. Seperti apa ketegangan peristiwa tersebut, Hedhy akan menuturkannya.
Awalnya pesawat itu berangkat dari Bandara Kemayoran, Jakarta Pusat semuanya tampak normal-normal saja. Kemudian pesawat transit di bandara Talangbetutu, Palembang dan lepas landas menuju Bandara Polonia, Medan.
“Waktu itu masih di Kemayoran Jakarta Pusat, take off sekitar 06.30 WIB pagi, bersama kapten pilot Herman Rante berangkat sampai ke Palembang biasa saja, cuaca cerah,” kata Hedhy Djuantoro dalam podcast Ngobrol Ala Indoposco (Ngaco), Sabtu (19/6/2021).
Pesawat yang memiliki rute Jakarta-Medan itu dibajak setelah tinggal landas dari Palembang. Ketika melampaui ketinggian 1.000 kaki terdengar kegaduhan berasal dari kursi penumpang.
“Pada waktu kita mau take off. Tidak lama, saya dengar ada suara gedebag, gedebug. Ada apa di belakang? tahunya ada yang masuk ke depan dua orang. Sambil tertawa,” tutur Hedhy.
Semula ia masih tidak menganggap serius kedatangan orang ke ruang kokpit. Kemudian salah satu diantara orang tersebut menodongkan senjata api, membuat suasana mencekam.
“Ini orang masuk terus omongnya nggak serius, sambil nodong pistol dia bilang pesawat kita kuasai,” cerita pria yang kini berusia 68 tahun itu.
Pesawat itu diperkirakan mengangkut 57 penumpang. Pembajak yang berjumlah lima orang pimpinan Imran bin Muhammad Zein itu meminta pilot terbang menuju Kolombo, Sri Lanka.
“Dia kokang pistolnya, rupanya di dalam ada peluru. Saya kira tadinya pistol mainan. Kita tanya, mau apa? Kita mau ke Kolombo. Wah, saya kaget. Itu jauh di Sri Lanka,” beber Hedhy. (dan)








