INDOPOSCO.ID – Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah (Orwil) Banten menawarkan tiga opsi solusi pendanaan pembangunan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, dalam rangka mengganti pinjaman daerah yang memiliki bunga 6 persen.
Opsi pertama, Pemprov Banten menerbitkan obligasi daerah atau sukuk daerah. Namun untuk melakukannya, pemerintah harus membuat regulasi dan edukasi kelembagaan. Mengingat, tantangan terberat untuk mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) karena jangka pinjamnya 10 sampai 15 tahun.
“Jadi saya rasa ini bisa jadi bahan opsi untuk mempersiapkan diri dengan regulasi, kelembagaan dan edukasi DPRD. Karena kebanyak obligasi daerah ini DPRD tidak mau karena akan memberatkan pemerintahan selanjutnya karena biasanya rentan waktu 10-15 tahun, ini bbiasanya jadi kendala,” kata Kepala Departemen Perencanaan Keuangan, Perbankan dan Asuransi ICMI Banten Idho Meilano, Selasa (13/4/2021).
Idho berujar, obligasi atau sukuk daerah merupakan surat utang yang bekerjasama dengan bursa efek atau pasar modal yang akan diawasi Otortas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementrian Keuangan (Kemenkeu).
Kemungkinan kupon (bunga) yang diberikan tidak sebesar pinjaman daerah kepada PT. Sarana Multi Insfratuktur (SMI). Namun jika sukuk bunga, sifatnya bagi hasil dari pemasukan pembangunan infratuktur di Pemprov Banten.
Menurutnya, memang sejauh ini belum ada daerah yang telah menggunakan sistem obligasi atau sukuk daerah. Tetapi, daerah potennsial seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur saat ini sudah membuka diskusi terkait pinjaman uang melalui sistem tersebut.
“Kalau obligasi ada namanya kupon, tetap bunga, tapi sifatnya bisa dibilang lebih rendah dari 6 persen atau sebagai orang Banten logonya Iman dan Takwa, bisa sukuk daerah basisnya syariah. Sifatnya bagi hasil kepada yang mau berinvestasi. Sifatnya bukan bunga, tapi pembagian hasil. Salah satunya Stadon (Sport Center) itu ada penerimaan daerahnya, itu bisa ada pembagaian hasil kalau ada kepercayaan dan management yang baik,” uajrnya.
Kemudian opsi kedua, lanjut Idho, Pemprov Banten bisa membuka kerjasama dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Pembbangunan insfratuktur yang di programkan bisa ditawarkan kepada perusahaan.
Ketika dana CSR itu masuk, otomatis masyarakat ekonomi bawah yang tidak bekerja, bisa memiliki penghasilan dari pembangunan insfratukut. Sehingga, perputaran uang kembali lagi ke daerah yang dibangun.
“Banyak sekali sifatnya perusahaan yang mau bantu. Tapi mereka kebanyaan nggak tahu apa yang mau dibangun, ini harus keselarasan pendekatan dengan CSR yang mau membantu,” terangnya.
Opsi yang ketig, Pemprov Banten bisa membuka iuran kepada masyarakat atau diaspora. Orang yang mencari uang di luar negeri yang cinta terhadap Banten bisa membantu. Donasinya bisa disalurkan dikembangkan dengan digitalisasi agar mempermudah akses menyumbangkan dananya untuk insfratuktur.
“Urunan dana sifatnya donasi. Karena sekarang Pemprov sedang butuh, kenapa Pemprov tidak membuka iuran masyarakat seikhlasnya untuk membantu. Saya rasa ini bisa menyebar dalam membangun Provinsi Banten. Bisa mengawali tokoh masyarakat, tokoh nasional, atau mereka yang berada di luar negeri,” jelasnya. (son)