INDOPOSCO.ID – Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid mendukung ditingkatkannya status Direktorat Pesantren di Kementerian Agama menjadi Direktorat Jenderal Pesantren di Kememterian Agama. Hal itu diucapkannya berkaca dari musibah robohnya bangunan Masjid di Pesantren Al Khoziny yang tekah menewaskan lebih dari 67 santri.
“Ditingkatkannya status Direktorat Pesantren di Kementerian Agama menjadi Direktorat Jenderal Pesantren agar Pemerintah lebih kuat lagi dalam perhatian ke Pesantren sebagai lembaga Pendidikan formal yang khas Indonesia dan sudah sangat banyak berjasa bagi Indonesia,” kata pria yang akrab disapa HNW dalam keterangannya, dikutip Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, hal ini termasuk apabila kelak ada masalah pada Pesantren seperti robohnya bangunan Masjid di Pesantren Al Khoziny, Pemerintah perlu mengoptimalkan dana abadi Pesantren agar dapat dipergunakan untuk program renovasi dan rehabilitasi bangunan pesantren.
“Terlebih di tengah rencana pemerintah menggunakan APBN untuk merenovasi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo dan audit kelayakan bangunan di berbagai Ponpes lainnya,” ujarnya.
HNW menekankan, musibah yang terjadi pada santri Al Khoziny selain perlu menjadi bahan evaluasi, bisa dijadikan momentum penguatan hadirnya Negara terhadap institusi Pesantren melalui pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama.
Ia pun menjelaskan pesantren merupakan institusi menyejarah yang berjasa bagi perjuangan bangsa dan berperan besar membantu negara melaksanakan kewajiban konstitusionalnya, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tentu pada prinsipnya dan sesuai dengan konstitusi, kata HNW, Pemerintah harusnya memberikan dukungan, baik melalui regulasi, pendampingan, bantuan via APBN atau manfaat Dana Abadi Pesantren yang juga bersumber dari APBN.
“Bahkan sejak lama saya mendorong agar antara lain untuk keperluan di atas penting dibentuk Ditjen Pesantren sehingga lebih banyak lagi bantuan, program, dan pendampingan terhadap Pesantren di Indonesia yang sebagiannya sudah berusia tua,” ucapnya.
Anggota DPR RI Fraksi PKS ini menjelaskan, selama ini APBN memang sudah digunakan untuk pembangunan ruang kelas baru ataupun rehabilitasi di lingkungan lembaga pendidikan umum maupun keagamaan seperti Madrasah dan Pesantren, baik melalui program Kementerian Pendidikan, kementerian Agama maupun Kementerian PU.
Namun, anggaran yang disalurkan untuk Madrasah apalagi Pesantren, belum adil dan belum sebanding dengan jumlah Pesantren yang ada, sehingga dibutuhkan dukungan anggaran lain seperti berasal dari Dana Abadi Pesantren.
“Sayangnya hingga saat ini Pesantren belum benar-benar merasakan manfaat dari Dana Abadi Pesantren tersebut, karena program yang disalurkan baru berbentuk beasiswa, dengan alokasi dana yang juga jauh dari optimal dan proporsional,” terangnya.
Sementara aspirasi yang disampaikan para santri dan ustaz di antaranya agar manfaat dari dana abadi pendidikan termasuk dana abadi pesantren bisa lebih besar sehingga semakin banyak peluang beasiswa untuk generasi muda melanjutkan di berbagai bidang studi yang lebih tinggi.
Wakil Ketua MPR RI ini mengungkapkan, saat ini Dana Abadi Pesantren masih digabung dengan Dana Abadi Pendidikan dengan dikelola LPDP. Dari perolehan imbal hasil LPDP Rp 9,3 Triliun di tahun 2023 misalnya, alokasi untuk Pesantren hanya Rp 250 Miliar. Padahal, jumlah santri Pesantren sekitar 5 juta santri atau setara dengan sekitar 9 persen siswa nasional yang mencapai 52 juta siswa.
“Sehingga sudah selayaknya alokasi manfaat Dana Abadi Pesantren mengikuti proporsi jumlah santri dengan siswa tersebut, yakni bisa disalurkan sekitar Rp 900 Miliar untuk Pesantren. Dan pada nominal tersebut sudah sewajarnya selain dikerjakan oleh lembaga selevel Direktorat Jenderal yakni Ditjen Pesantren, tidak hanya direktur saja, juga agar peruntukannya mencakup beasiswa dan pembangunan sarana dan prasarana Pendidikan, untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan rasa aman Santri,” lanjut Hidayat.
Maka dirinya mendorong selain program beasiswa untuk jurusan keagamaan, juga bisa diberikan beasiswa bagi setiap Pesantren untuk jurusan umum, seperti kedokteran, ekonomi, termasuk arsitek dan teknik sipil.
“Sehingga setelah lulus dari Pesantren, para santri bisa berkontribusi kembali ke Pesantren dan berkontribusi sesuai bidang keilmuan yang dimiliki, untuk memastikan kesehatan dan keselamatan bangunan beserta seluruh santri di dalamnya, agar tidak terulang lagi kasus robohnya bangunan Pesantren,” pungkasnya. (dil)