INDOPOSCO.ID – Pengamat Komunikasi Politik M. Jamiluddin Ritonga mengatakan, pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat (PD) di Deli Serdang, Sumatera Utara secepat kilat memilih Moeldoko sebagai ketua umum. Bahkan, KLB dilaporkan hanya membutuhkan waktu lima menit untuk memilih ketum.
“KLB ini tampaknya memang dirancang hanya untuk memilih Moeldoko sebagai ketum. Sebab, di lokasi KLB hanya terlihat manusia menggunakan kaos Demokrat bergambar Moeldoko,” ujar M. Jamiluddin Ritonga melalui gawai, Minggu (7/3/2021).
KLB ini, menurut Jamiluddin, semata ingin menggusur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Ketum dengan cara kasar dan tak bermoral. Inisiator KLB berlindung dibalik kekuasaan, sehingga tanpa izin dari Polri dan Satgas Covid-19, dengan mulus dapat mengantarkan Moeldoko yang tidak memiliki KTA Demokrat jadi ketum.
“Moeldoko pun tanpa malu menerima pilihan peserta KLB yang asal usulnya tidak jelas. Mayoritas yang memilih Moeldoko itu tak memiliki hak suara. KLB di Deli Serdang sungguh-sungguh mempertontonkan demokrasi palsu. Semua direkayasa hanya untuk mengantar Moeldoko sebagai ketum,” imbuhnya.
Jadi, dikatakan Jamiluddin, keterlibatan eksternal begitu terang benderang dalam KLB di Deli Serdang. Dan alibi pemerintah tidak dapat mencampuri urusan internal Partai Demokrat menjadi tidak beralasan.
“KLB ilegal ini juga menjadi catatan hitam bagi perkembangan partai politik di Indonesia. Siapa saja akan bisa melaksanakan KLB untuk menggusur ketum yang tidak mereka sukai,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, praktek seperti itu merusak tatanan demokrasi yang sudah dibangun dengan susah payah di Indonesia. Partai politik akan dengan mudah digoyang dengan alibi KLB, apalagi dengan dukungan kekuasaan.
Praktek seperti itu, menurut Jamiluddin, seharusnya hanya ada di negara otoriter. Indonesia yang sudah menganut demokrasi, harusnya praktik seperti itu sudah tidak ditemui lagi. “Pegiat demokrasi sudah pasti melihat KLB ilegal ini sebagai ancaman. Para petualang politik yang bersembunyi dibalik kekuasaan harus dilawan agar KLB ilegal semacam itu tak terulang lagi,” katanya.
Dan semestinya, dikatakan Jamiluddin, Presiden Jokowi mengeluarkan Moeldoko dari KSP. Hal ini untuk menunjukkan bahwa Istana memang benar-benar tidak terlibat. Tanpa tindakan nyata, tentu masyarakat akan mempersepsikan keterlibatan Istana dalam mengantarkan Moeldoko menjadi ketum hasil KLB yang ilegal.
“Menteri Hukum dan HAM juga harus taat aturan dengan melihat keabsahan KLB di Deli Serdang berdasarkan UU Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat. Kepentingan politik harus ditanggalkan. Hanya dengan cara itu, pemerintah benar-benar netral dalam menilai hasil KLB ilegal tersebut,” terangnya. (nas)