KPPAA Protes Vonis Bebas Pemerkosa Anak

INDOPOSCO.ID – Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Aceh (KPPAA) Firdaus Nyak Idin menilai vonis bebas terdakwa pemerkosa anak oleh Mahkamah Syar’iyah (MS) Aceh merupakan kebijakan yang tidak adil dan terkesan mengabaikan hasil visum.
“Benar-benar keputusan yang tidak adil, alih-alih berpihak pada anak, hasil visum pun terkesan diabaikan,” ujar Firdaus Nyak Idin, di Banda Aceh, Sabtu.
Sebelumnya, Mahkamah Syariyah Aceh memvonis bebas tersangka pemerkosa anak di Aceh Besar berinisial SUR (45), tersangka merupakan ayah kandung dari korban.
Tetapan bebas tersebut dibacakan hakim dalam konferensi banding yang berjalan di Mahkamah Syar’ iyah Aceh, Selasa (28/9).
Firdaus mengantarkan sejauh ini keluarga korban sudah membuat informasi pada Komisi I DPR Aceh perihal tetapan bebas tersebut dan KPPAA mensupport tahap itu supaya impian perbaikan qanun semakin terbuka.
“Bahkan dalam putusan ini, terkesan malah ibu kandung korban yang dianggap melaporkan kasus karena benci dan dendam,” ujarnya.
Firdaus berkata tetapan tersebut menguatkan anggapan terdapatnya masalah sistemik dalam penerapan qanun jinayat kepada pelaku kekerasan seksual anak.
Baginya, faktor pendukung sistem terpaut qanun jinayat seperti kapasitas SDM hakim ditaksir kurang mencukupi dalam memutuskan perkara yang berpihak pada anak.
Firdaus memperhitungkan puncak kasus ini terdapat pada qanun jinayat, sebab itu sepatutnya kasus tersebut bisa menyadarkan seluruh pihak bahwa qanun ini benar- benar harus direvisi.
“Pasal terkait kekerasan seksual terhadap anak harus dicabut, dan hakim MS tidak punya kapasitas menyidangkan kasus kekerasan seksual anak,” ucapnya.
Firdaus meningkatkan hal kemajuan perbaikan qanun hukum jinayat sejauh ini pihaknya sudah melaksanakan konsolidasi keempat regional, ialah Regional Lhokseumawe, Aceh Utara, dan Bireuen.
Kemudian, Regional Aceh Tengah, Bener Meriah. Selanjutnya Regional Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Jaya, dan terakhir Regional Banda Aceh, Aceh Besar.
“Sementara ini semua mendukung revisi (qanun hukum jinayat) minor terkait kasus kekerasan seksual anak,” demikian Firdaus. (mg4)