Headline

KPK Tetapkan Bupati dan Kepala BPBD Kolaka Timur sebagai Tersangka

INDOPOSCO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Andi Merya Nur (AMN), Bupati Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara periode 2021-2026 dan Anzarullah (AZR), Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Timur, sebagai tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT), Selasa (21/9/2021).

Tim KPK juga menyita barang bukti berupa uang senilai Rp225 juta yang bersumber dari proyek yang dibiayai dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kedua tersangka ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan KPK.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang didampingi Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, di Jakarta, Rabu (22/9/2021) malam menjelaskan dalam kegiatan tangkap tangan ini, tim KPK telah mengamankan 6 orang pada hari Selasa (21/9/2021) sekitar jam 8 malam di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

Keenam orang yang diamankan tersebut yakni Andi Merya Nur (AMN), Bupati Kolaka Timur periode 2021-2026; Anzarullah (AZR), Kepala BPBD Kolaka Timur; Mujeri Dachri (MD), suami AMN; Andi Yustika (AY) ajudan bupati; Novriandi (NR), ajudan bupati; dan Muawiyah (MW) ajudan bupati.

Nurul Ghufron menjelaskan kronologi OTT tersebut berawal dari tim KPK menerima informasi dari masyarakat akan adanya dugaan penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang diduga telah disiapkan dan diberikan oleh AZR.

Tim KPK selanjutnya bergerak dan mengikuti AZR yang telah menyiapkan uang sejumlah Rp225 juta. Dalam komunikasi percakapan yang dipantau oleh tim KPK, AZR menghubungi ajudan AMN untuk meminta waktu bertemu dengan AMN di rumah dinas jabatan bupati.

“AZR kemudian bertemu langsung dengan AMN di rumah dinas jabatan bupati dengan membawa uang Rp225 juta untuk diserahkan langsung kepada AMN. Namun oleh karena di tempat tersebut sedang ada pertemuan kedinasan sehingga AMN menyampaikan agar uang dimaksud diserahkan oleh AZR melalui ajudan yang ada di rumah kediaman pribadi AMN di Kendari,” ujar Ghufron.

Saat meninggalkan rumah jabatan bupati, kata Gufron, tim KPK langsung mengamankan AZR, AMN dan pihak terkait lainnya serta uang sejumlah Rp225 juta.

“Semua pihak yang diamankan, kemudian dibawa ke Polda Sulawesi Tenggara untuk dilakukan permintaan keterangan dan selanjutnya dibawa ke Gedung KPK Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan,” ujarnya.

Lebih jauh, Ghufron menjelaskan terkait konstruksi perkara. Ia mengatakan bahwa pada pada Maret sampai dengan Agustus 2021, AMN dan AZR menyusun proposal dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berupa dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP).

Kemudian awal September 2021, lanjut Ghufron, AMN dan AZR datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan, di mana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu Hibah Relokasi dan Rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan hibah Dana Siap Pakai senilai Rp12,1 miliar.

“Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, AZR kemudian meminta AMN agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan AZR dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur,” jelasnya.

Selanjutnya, kata Ghufron, khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta akan dikerjakan oleh AZR.

“AMN menyetujui permintaan AZR tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada AMN sebesar 30%. Selanjutnya AMN memerintahkan AZR untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan (Kapala Bagian Unit Layanan Pengadaan atau ULP) agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan menguploadnya ke Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sehingga perusahaan milik AZR dan/atau grup AZR dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan 2 proyek dimaksud,” katanya.

Sebagai realisasi kesepakatan, AMN diduga meminta uang sebesar Rp250 juta atas 2 proyek pekerjaan yang akan didapatkan AZR tersebut.

AZR kemudian menyerahkan uang sebesar Rp25 juta lebih dahulu kepada AMN dan sisanya sebesar Rp225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN di Kendari.

“AZR selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegas Ghufron.

Sementara untuk tersangka AMN selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Untuk proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 22 September 2021 sampai 11 Oktober 2021 di Rutan KPK. AMN ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih dan AZR ditahan di Rutan KPK Kavling C1,” ujarnya.

Ghufron mengatakan, sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan masing-masing. (dam)

Back to top button