INDOPOSCO.ID – Pemberlakuan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) tidak akan mengubah wajah APBN sendirian. Demikian pernyataan Ekonom Achmad Nur Hidayat melalui gawai, Kamis (16/10/2025).
Ia mengatakan, cukai MBDK cukup berarti untuk membiayai program yang benar-benar menyentuh keluarga. Seperti: air minum layak di sekolah, kantin sehat, edukasi gizi, hingga dukungan reformulasi bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) minuman.
“Nilai utama cukai MBDK tidak berhenti di kas negara. Ia bekerja sebagai sinyal harga yang menggeser perilaku, yakni konsumen mengurangi asupan gula, produsen terdorong berinovasi,” terangnya.
Ia mengungkapkan, pengalaman dari berbagai negara menunjukkan pola yang konsisten. Kenaikan harga yang wajar diikuti penurunan konsumsi beberapa persen pada tahun pertama. Lalu reformulasi produk, agar kadar gula turun tanpa mengorbankan rasa.
“Di Indonesia, tren obesitas dan penyakit tidak menular yang meningkat selama satu dekade terakhir sudah menjadi alarm dini,” bebernya.
“Biaya kesehatannya merembes ke mana-mana, dari beban BPJS hingga hilangnya jam kerja produktif,” sambungnya.
Ia menambahkan, cukai MBDK bukan bahan pokok kontribusinya pada keranjang inflasi relatif kecil. Justru bila sebagian penerimaan cukai dialihkan secara transparan untuk program gizi, akses air minum aman, dan fasilitas sekolah, efek kesehatannya berlipat dan dukungan sosial menguat.
Di tingkat pelaku usaha, lanjutnya, matching grant untuk alat produksi, konsultasi keamanan pangan, dan training reformulasi dapat mengurangi biaya transisi, terutama bagi UMKM.
“Kuncinya desain yang sederhana. Ambang batas gula yang terukur, tiering yang tidak berlapis-lapis, dan pengenaan di titik ex-factory dengan pelaporan digital akan menekan biaya administrasi,” katanya.
“Dengan begitu, cukai tidak berubah menjadi “pajak birokrasi”, melainkan tetap pada tujuan mulianya yakni mengubah perilaku konsumsi demi kesehatan publik,” imbuhnya. (nas)