INDOPOSCO.ID – Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebutkan, perubahan kebijakan energi nasional yang berorientasi menuju energi baru terbarukan (EBT), sangat dilematis bagi ketenagalistrikan.
Menurutnya, keputusan yang diambil guna kepentingan publik. Namun pada faktanya, terjadi cengkarut antara pembuat aturan atau legulator.
“Ini dilematis yang cukup berat dalam sekotr ketenagalistrikan. Komponen EBT sampai 2025 sampai 23 persen, yang saya baca baru 11,5 persen. Untuk menuju ke 2025 perlu sekitar 18 giga watt,” ujar Tulus pada Diskusi dengan tema “Regulasi EBT, untuk Siapa?”, Sabtu (4/9/2021).
Ia menuturkan, energi listrik sedang terpenjara oleh surplus plus minus dari kebijakan pemerintah yang mendorong agar 35.000 mega watt.
“Padahal ekonomi sedang terpuruk dalam pandemi sehingga tidak terserap,” tuturnya.
Dengan adanya revisi EBT, lanjut diam sangat dilematis dalam kedua belah pihak. Dalam kondisi ini, pihakya menegaskan jangan sampai masyarakat yang dikorbankan.
“Formulasi 0,65 persen masih win win solution bagi konsumen PLTS, bagi pemerintah agar mendorong tenaga surya. Energi fosil harus dikurangi,” jelas Tulus. (son)