Karam Darat

INDOPOSCO.ID – Sudah sebulan terakhir, setiap pagi, sahabat lama saya ini kirim tulisan bagus. Soal Indonesia dalam realita –lebih tegasnya: “Indonesia dalam paradoks”.
Teman saya itu seorang pengusaha. Pernah jadi ketua umum partai yang dekat dengan Muhammadiyah.
“Ini tulisan Anda sendiri? Bagus sekali,” komentar saya.
“Bukan. Itu tulisan teman baik saya,” jawabnya.
Lalu saya scroll lagi ke bagian paling atas. Ternyata memang ada penulisnya –tapi bukan namanya. Hanya singkatannya: GWS.
“Boleh kah saya kenal dengan GWS yang menulis artikel itu?”
“Saya tanya dulu orangnya”.
“GWS itu singkatan apa?”
“Saya tanya dulu orangnya”.
Ya sudah. Rahasia.
Sejak itu, setiap hari saya dikirimi artikel GWS. Isinya selalu baik. Selalu menarik. Penulisannya mengalir. Hanya kadang agak terlalu panjang –untuk ukuran pembaca zaman sekarang.
Rupanya GWS juga menulis setiap hari. Entah sudah berapa lama. Terbukti setiap pagi saya menerima kiriman dari teman lama itu. Isinya bervariasi. Kadang soal pembangunan Maritim –sampai lima seri. Salah satunya: bagaimana Aceh bisa jadi pusat maritim baru Indonesia. Yakni memanfaatkan program Thailand yang membangun terusan di ”leher” negaranya. Terusan itu sebagai jalan pintas bagi lalu-lintas kapal dari Lautan Hindia ke Laut China Selatan –tanpa lewat Selat Melaka yang sudah terlalu ramai. Terusan itu juga sekaligus mengurangi peran pelabuhan Singapura.
Artikel itu ganti saya kirim ke beberapa aktivis Aceh. Reaksi mereka: konsep seperti itu dulu pernah dibicarakan. Tapi terlalu ideal untuk bisa dilaksanakan.
Yang juga menarik adalah tulisan GWS tentang guru. Sampai tiga seri. Intinya: sistem pendidikan guru harus dikembalikan ke model tertutup. Kembali ke zaman awal lahirnya IKIP atau bahkan sebelumnya. Model pendidikan guru terbuka seperti sekarang membuat kualitas guru sangat rendah.
Kemarin pagi, tulisan GWS yang sampai ke saya juga menggelitik. Judulnya saja sudah menarik: Kapal Tenggelam di Darat.
Isinya tentang nasib seorang dirut BUMN di bidang kapal penyeberangan. Sebenarnya saya juga ingin menulis seperti yang ditulis GWS. Tapi saya khawatir dinilai kurang objektif –mengingat saya mantan sesuatu.
Isi tulisan GWS sangat mewakili perasaan saya. Juga perasaan orang seperti Milawarman –mantan dirut PT Bukit Asam yang harus berurusan dengan hukum.
Akhirnya Pak Mila memang bebas, tapi sudah telanjur babak belur. Namanya juga telanjur hancur. Bebas tapi tetap seperti terhukum.
Ira yang dirut PT ASDP pun segera jadi pesakitan di sidang pengadilan. Pun seperti di kasus Milawarman, saya tidak bisa menulis tentang Ira –padahal tangan ini sangat gatal untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Maka tulisan GWS 6 Juli 2025 sangat mewakili keyboard HP saya. Saya kutip saja selengkapnya:
***
Kapal Tenggelam di Darat
Paradoks ASDP dan Ironi Modernisasi BUMN di Indonesia
GWS, 6 Juli 2025
Coba, bayangkan sebentar: Anda adalah direktur utama sebuah perusahaan pelayaran negara yang harus menjalankan misi ganda mencari keuntungan di rute komersial sambil memikul kerugian di rute perintis demi melayani daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Setiap bulan, Anda harus menanggung beban operasional rute-rute yang tidak menguntungkan ke pulau-pulau terpencil, sementara pesaing swasta bebas memilih rute yang profitable saja. Untuk meningkatkan pendapatan, Anda memutuskan mengakuisisi sebuah perusahaan pelayaran yang sudah memiliki 53 kapal plus izin trayek lengkap strategi yang memungkinkan revenue langsung mengalir tanpa harus menunggu birokrasi perizinan bertahun-tahun.
Namun alih-alih mendapat apresiasi, Anda malah didudukkan di kursi terdakwa dengan tuduhan merugikan negara Rp1,2 triliun. Selamat datang di Indonesia, negeri di mana strategi bisnis bisa berubah menjadi dakwaan. Dan upaya menyelamatkan BUMN bisa berakhir di Pengadilan Tipikor.
Kasus ASDP yang mencuat belakangan ini bukan sekadar skandal korupsi biasa. Ini adalah cermin retak dari paradoks pembangunan Indonesia: bagaimana sebuah upaya transformasi perusahaan negara malah berujung pada vonis pengadilan.
Para direksi yang kini terpampang di dakwaan KPK adalah para profesional yang dulu dipercaya memimpin ASDP menuju era baru. Kini mereka duduk di kursi terdakwa, bingung antara label “reformator” dan “koruptor.”
Dilema Sang Atlas yang Memikul Dua Dunia
Ironi ini dimulai dari sebuah dilema klasik BUMN Indonesia: bagaimana mencari keuntungan sambil memikul beban sosial yang tidak pernah menguntungkan.
ASDP bukan sekadar perusahaan pelayaran biasa ia adalah Atlas yang harus menopang dua dunia sekaligus.
Di satu sisi, mereka harus bersaing dengan operator swasta yang bebas memilih rute profitable.
Di sisi lain, mereka harus menjalankan rute perintis ke daerah 3T yang pasti merugi, karena itu adalah amanah negara untuk pemerataan akses transportasi.
Bayangkan, menjalankan bisnis di mana setiap bulan Anda harus memproduktifkan rute Merak-Bakauheni yang menguntungkan untuk menutup kerugian rute ke Pulau Weh, Morotai, atau Sabang yang penumpangnya seadanya.
Pesaing swasta? Mereka cukup mengambil rute yang manis-manis saja.
Dalam kondisi seperti ini, akuisisi PT Jembatan Nusantara dengan 53 kapalnya bukan sekadar ambisi ekspansi—ini adalah strategi survival yang masuk akal. Bukan membeli kapal kosong yang masih harus mengurus izin trayek bertahun-tahun, melainkan mengakuisisi perusahaan yang sudah memiliki izin operasi lengkap. Artinya: revenue bisa langsung mengalir hari ini juga, bukan tahun depan atau tahun lusa setelah birokrasi selesai.
Perbedaannya seperti membeli warung Padang yang sudah jadi versus membeli kompor dan beras untuk buka warung baru. Yang pertama, besok sudah bisa jualan nasi Padang. Yang kedua, masih harus ngurus izin usaha, izin tempat, izin ini-itu—bisa setahun baru buka, dan belum tentu laku. Dalam konteks bisnis pelayaran, akuisisi perusahaan berikut izin trayeknya adalah strategi fast track yang lazim di industri manapun.
Di Singapura, Neptune Orient Lines tumbuh menjadi raksasa pelayaran melalui serangkaian akuisisi strategis perusahaan-perusahaan kecil berikut rute operasinya.
Di Korea Selatan, Hyundai Merchant Marine bangkit dari kepailitan dengan mengakuisisi kompetitor yang bangkrut, lengkap dengan armada dan izin operasinya. Tidak ada yang aneh dengan strategi ini—kecuali di Indonesia, di mana setiap langkah besar BUMN dianggap mencurigakan.
Namun di Indonesia, logika bisnis sering terganjal oleh logika hukum yang serba curiga. Setiap langkah besar BUMN diperiksa dengan kacamata pembesar, setiap keputusan berisiko ditafsirkan sebagai potensi penyalahgunaan wewenang. Akibatnya, para direksi BUMN terjebak dalam what I call “the paralysis of perfection” —ketakutan berlebihan untuk mengambil risiko karena takut dituduh korup.
Sistem yang Menggali Kuburnya Sendiri
Yang lebih ironis dari kasus ASDP adalah bagaimana sistem hukum kita bekerja. Seperti ekscavator berlisensi resmi yang menggali jalan bagi para koruptor sungguhan, sementara menimbun mereka yang berusaha berbuat baik dengan risiko tinggi.
Ketika ada seseorang pejabat tinggi yang terbukti korup di Garuda Indonesia merancang sebuah transaksi dengan skema yang jelas merugikan negara, ia diganjar hukuman, fair! Tapi ketika para direksi ASDP mencoba transformasi dengan me-manage risiko yang tinggi dan kemudian dituduh merekayasa valuasi—apakah ini korupsi ataukah kegagalan sistem hukum dalam melihat sebuah proses pengambilan keputusan di dalam sebuah bisnis?
Di Jepang, ketika CEO Nissan Carlos Ghosn dituduh financial misconduct, fokusnya adalah pada transparency dan corporate governance.
Di Indonesia, setiap langkah transformasi BUMN selalu dinaungi bayang-bayang pidana korupsi.
Hasilnya? Para profesional terbaik enggan memimpin BUMN, dan yang tersisa adalah mereka yang bermain aman dengan status quo atau mereka yang memang berniat korup dari awal.
Si Kabayan dan Harta Karun yang Siap Pakai
Para direksi ASDP tidak bermimpi tentang transformasi kosong. Mereka sudah bisa berhitung: mengakuisisi PT Jembatan Nusantara berarti mendapat 53 kapal yang sudah beroperasi, sudah menghasilkan revenue, sudah punya izin trayek yang sulit didapat.
Bandingkan jika mereka membeli 53 kapal kosong butuh berapa tahun untuk mengurus izin? Berapa besar biaya opportunity cost selama kapal nganggur? Berapa risiko izin tidak keluar?
Nilai akuisisi Rp1,2 triliun memang angka yang fantastis, tapi mari kita hitung dengan logika bisnis, bukan logika kriminal. Dalam industri pelayaran, akuisisi perusahaan berikut izin operasinya memang selalu lebih mahal daripada membeli kapal kosong. Mengapa? Karena yang dibeli bukan hanya aset fisik, tapi juga:
– Izin trayek yang sudah proven profitable
– Customer base yang sudah established
– Revenue stream yang sudah berjalan
– Track record operasional yang sudah teruji
Ini seperti membeli franchise McDonald’s versus buka burger stall sendiri. Yang pertama mahal, tapi sudah ada brand, system, dan customer. Yang kedua murah, tapi belum tentu laku dan butuh effort dari nol.
Ketika IMO GISIS dijadikan standar tunggal untuk menentukan usia kapal dalam valuasi, apakah ini fair?
Standar internasional memang penting, tapi konteks bisnis lokal juga tidak bisa diabaikan.
Kapal yang beroperasi di perairan Indonesia dengan regulasi Indonesia, melayani rute Indonesia, tentu punya karakteristik valuasi yang berbeda dengan kapal yang beroperasi di Mediterania atau Baltic Sea.
Bisnis di Negeri Seribu Prasangka
Indonesia memiliki blessing in disguise yang aneh: kita punya BUMN-BUMN yang powerful dan strategis, namun sistem pengawasan yang paranoid terhadap setiap langkah bisnis mereka.
ASDP adalah contoh sempurna dari paradoks ini—mereka dituntut untuk profitable, tapi setiap keputusan bisnis yang berani dianggap mencurigakan.
Akibatnya, BUMN kita menjadi seperti atlet yang dipaksa jadi juara dunia tapi diwajibkan berlari sambil menggendong karung beras 50 kilo.
Tugas ganda ASDP mencari keuntungan di rute komersial untuk menyubsidi rute perintis—adalah misi impossible yang tidak pernah dihadapi kompetitor swasta.
Bayangkan Anda harus bersaing dalam balap mobil, tapi Anda wajib berhenti di setiap pos untuk membagikan makanan gratis, sementara pesaing lain boleh ngebut tanpa beban apapun. Itulah realitas BUMN pelayaran di Indonesia.
Bandingkan dengan Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia. Sovereign wealth fund ini berinvestasi dengan agresif, mengambil risiko tinggi, melakukan akuisisi besar-besaran, dan kadang mengalami kerugian tanpa direksi mereka langsung masuk bui. Kenapa? Karena ada pemahaman bahwa calculated risk adalah bagian dari permainan bisnis. Kerugian adalah tuition fee untuk pembelajaran, bukan automatically criminal offense.
Di Indonesia? Setiap keputusan akuisisi BUMN diperlakukan seperti potential crime scene. Setiap valuasi yang premium langsung dicurigai sebagai markup. Setiap strategi aggressive growth dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang. Hasilnya: para direksi BUMN bermain ultra-konservatif, menghindari segala risiko, dan perusahaan perlahan mati karena tidak berani berinovasi.
Masa Depan BUMN dalam Limbo
Kasus ASDP menciptakan precedent yang berbahaya: setiap upaya transformasi radikal BUMN akan dilihat dengan kacamata curiga. Para profesional terbaik akan berpikir dua kali sebelum menerima posisi direksi BUMN. Mengapa harus mengambil risiko reputasi dan kebebasan untuk perusahaan negara, sementara di sektor swasta mereka bisa berinovasi tanpa ancaman pidana?
Yang tersisa kemudian adalah dua tipe pemimpin BUMN: yang bermain utrasafe dan tidak pernah mengambil risiko (sehingga perusahaan stagnan), atau yang memang punya niat buruk dari awal dan pandai menyamarkan korupsi sebagai “inovasi.”
Kedua tipe ini sama-sama merugikan: yang pertama membuat BUMN jadi zombie companies, yang kedua membuat BUMN jadi cash cow pribadi.
Mengeja Ulang Makna “Profesional”
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan “profesional” dalam konteks BUMN Indonesia?
Apakah seorang yang mengambil keputusan berisiko tinggi demi transformasi perusahaan, ataukah yang bermain aman mengikuti SOP kaku meski perusahaan perlahan mati?
Apakah profesionalisme diukur dari keberanian mengambil calculated risk, ataukah dari kemampuan menghindari segala bentuk risiko hukum?
Dalam budaya Jawa, ada konsep “sregep, rajin, lan eling” giat, rajin, dan waspada.
Para direksi ASDP mungkin sudah sregep dan rajin dalam menjalankan transformasi.
Pertanyaannya: apakah mereka cukup eling untuk mempertimbangkan risiko hukum dari setiap langkah inovatif?
Epilog
Kelak, ketika sejarah mencatat era transformasi BUMN Indonesia, kasus ASDP akan menjadi footnote yang menarik: bagaimana negara yang menuntut BUMN-nya mencari keuntungan untuk menyubsidi misi sosial, kemudian menghukum mereka yang berusaha melakukannya dengan strategi bisnis yang agresif.
Para direksi ASDP mungkin adalah korban dari sistem yang schizophrenic: terlalu menuntut BUMN untuk profitable sambil menjalankan beban sosial, tapi terlalu curiga dengan setiap langkah strategis yang diperlukan untuk mencapai target tersebut.
Mereka seperti nakhoda yang diminta berlayar cepat sambil menarik perahu bocor, tapi kemudian disalahkan ketika memilih kapal yang lebih powerful untuk misinya.
Akuisisi PT Jembatan Nusantara dengan segala kontroversi valuasinya sebenarnya adalah contoh thinking outside the box, dalam konteks BUMN yang terjebak regulasi kaku.
Alih-alih membeli kapal kosong yang butuh bertahun-tahun untuk operasional, mereka memilih akuisisi perusahaan yang sudah siap menghasilkan revenue hari itu juga. Dalam dunia startup, ini disebut “buying traction.” Dalam konteks BUMN Indonesia, ini disebut “dugaan korupsi.”
Pertanyaannya kini: sanggupkah kita menciptakan sistem yang membedakan antara korupsi sesungguhnya dengan strategic business risk-taking?
Bisakah kita memahami bahwa membayar premium untuk aset yang sudah produktif adalah hal wajar dalam dunia bisnis, bukan otomatis mark-up koruptif?
Ataukah kita akan terus menjadi negara yang takut pada bayang-bayang sendiri, di mana setiap upaya BUMN untuk bersaing secara serius berakhir di meja hijau?
Sebagaimana ungkapan Minang, “babuah babungo, indak babuah layu?” berbuah berbunga, tidak berbuah layu.
Kasus ASDP memaksa kita bertanya: apakah upaya BUMN untuk sustainable growth sambil menjalankan misi sosial akan berbuah kemajuan, ataukah layu sebelum sempat mekar karena setiap inovasi bisnis dianggap suspicious?
Jawabannya bukan hanya menentukan masa depan ASDP, tapi juga masa depan seluruh ekosistem BUMN Indonesia di era di mana standing still sama dengan slow death.
Susahnya hidup di negeri tempat Si Kabayan membangun istana malah dituduh merampok, sementara perampok yang berdandan Sinterklaas malah bebas berkeliaran.
**
Siapa GWS? Saya yakin suatu saat akan tahu siapa ia. Atau jangan-jangan ia salah satu perusuh Disway.
Di tengah berita tenggelamnya fery swasta di Selat Bali ternyata ada juga yang karam di daratan seperti Ira.(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 6 Juli 2025: Zohran Mamdani
MZ ARIFIN UMAR ZAIN
SYIAH. Damai di masa Chasan b Ali r.a akui Muawiyah r.a sebagai Amiira l mu’miniin. Mesti nya sudah tak perlu ada syiah2 lagi. Barangkali setelah Chusain b Ali r.a wafat, di Karbala, istilah syiah dipakai lagi, di bawah tanah, lalu muncul untuk bubarkan dinasti Umaiyah pengganti dinasti Abasiyah. Barangkali benar.
djokoLodang
-o– Hari Minggu. Tomi-kecil berbincang dengan ayahnya. + Ayah, mengapa aku tidak punya adik? – Itu karena kamu sendiri. + Aku? – Iyaa, kamu. + Aku kenapa, Ayah? – Tiap malam kamu ga bisa tidur nyenyak. Sebentar-sebentar terbangun… + Jadi? – Ayah capek menunggu. Akhirnya, Ayah tertidur. Tahu-tahu sudah pagi. –koJo.-
djokoLodang
-o– Minggu Sore Tiga lelaki lansia duduk bersama di taman., Pria pertama mengeluh. “Usia delapan puluh seperti kita ini adalah yang terburuk. Saya selalu merasa ingin buang air kecil, tetapi ketika saya sampai di kamar mandi… tidak ada apa-apa. Hanya berdiri di sana, menunggu… dan menunggu. Sampai akhirnya keluar sedikit…” Lelaki kedua menyahut: “Itu belum apa-apa.. Pada usia seperti saya, semuanya tentang sembelit. Saya minum pil, makan bekatul, minum jus prem—sebutkan saja lainnya. Dan tiap pagi saya masih duduk di sana, seperti sedang mencoba melewati batu besar.” Pria ketiga perlahan menggelengkan kepalanya. “Kalian masih beruntung. Walau pun susah, masih bisa terlewati… Sedangkan aku?” ” Oh. sahut temannya “Biar saya tebak—kamu mengalami dua-duanya? Susah pipis dan pup?” “Sebenarnya, tidak, … Tadi pagi kira-kira jam 5:00, saya buang air kecil seperti muda dulu. Alirannya deras, tanpa hambatan.” “Jadi, ini tentang ususmu?” tanya pria kedua. “Tidak. Kira-kira lima menit kemudian, saya buang air besar paling memuaskan yang dapat kalian bayangkan.” Kedua temannya menatapnya, bingung. “Jadi… apa masalahnya?” tanya mereka. Pria tua itu mendesah. “Saya baru bangun jam 5:30.” –koJo.-
Tivibox
Di sebuah kelas PBH (pemberantasan buta huruf) Guru menulis : D U I T, lalu berkata : ” Ini bunyinya apa ?”. Sepi, tidak ada yang menjawab. Guru menulis lagi : U A N G, lalu berseru, “ini bacaannya apa ?” Sepi lagi, tak satupun yang menjawab. Guru tak kehilangan akal. Dia lalu mengeluarkan selembar kertas biru bergambar pahlawan dari sakunya seraya berkata, “kalau ini ?’ Seketika seluruh peserta kompak menjawab “lima puluh ribu Pak ” Guru tersenyum lalu berkata, “oke sudah ada kemajuan dalam membaca, sekarang boleh istirahat”.
Jokosp Sp
Pengusaha datang dengan seorang pengawal, membawa tas ecolac dan bungkusan plastik rapi ke pejabat nomer satu di sebuah departemen basah. Pejabat : “silahkan duduk dengan nyaman, santai saja anggap ini di kantor sendiri”. “Mau air putih, teh hangat dengan lemon, kopi susu istimewa, atau mau pesan yang lain?”. “Apa yang bisa saya bantu?. Pasti saya permudah. Di sini pasti cepat prosesnya. Bapak tinggal tunggu saja di kantor, nanti saya sendiri yang akan antar surat-surat ijin itu. Saya tahu bapak pasti sibuk meluangkan waktu untuk ke sini”. Akhirnya pengusaha pamit pulang dengan pengawalnya. Pejabat : “Bapak…..maaf ini tas ecolac dan kantongnya ketinggalan……..”. Pengusaha memberi kode ke pengawalnya. Dan pengawal bilang dengan berbisik “Boss tadi memang meninggalkan ini buat Bapak, tolong diterima”. Pejabat : “oh……terima kasih, sampaikan terima kasih saya ke Boss kamu”. Pengawal : “Itu sebagiannya akan diberikan nanti di kantor Boss saat bapak bawa surat-suratnya”. Pejabat : “Baiklah……besok akan saya kirim sendiri. Sampaikan salam saya ke Boss”. Sampai ketemu di kantor. Keduanya sambil melambaikan tangannya.
Mbah Mars
Seorang pasien dokter mata sedang diuji seberapa parah sakit matanya. “Anda lihat ini apa ?”, kata dokter sambil menunjukkan gelas minumannya. “Oh, tidak jelas, dok” “Kalau ini seharusnya Anda bisa melihat”, lanjut dokter sambil menunjukkan remot AC. “Itu samar-samar” “Nah, kalau ini ?”, dokter menunjukkan gagang tilpunnya. “Entahlah, dok. Tidak bisa melihat” Akhirnya si dokter mengeluarkan selembar kertas Sukarno Hatta. “Ini warnanya apa ?” “Nah, ini baru jelas, Dok. Merah. 100 ribu”
Lagarenze 1301
Santai Sejenak. Seorang pria tua dan tetangganya masuk ke toko roti di New York. Mereka sangat ingin makan bagel, penganan khas New York berupa roti bulat yang bentuknya seperti donat dengan bolong kecil di tengah. Sayangnya, mereka tidak punya uang. Di dalam toko roti, si tetangga beraksi. Ia mencuri tiga bagel dan memasukkannya ke dalam saku. “Butuh keterampilan dan tipu daya yang hebat untuk mencuri bagel-bagel itu. Pemiliknya bahkan tidak melihatku,” katanya dengan bangga. Pria tua itu menggeleng, “Itu hanya pencurian biasa, aku akan menunjukkan cara melakukannya dengan jujur dan mendapatkan hasil yang sama.” Pria tua itu kemudian memanggil pemilik toko roti dan berkata, “Bos, aku ingin menunjukkan trik sulap.” Pemilik toko roti tertarik. Pria tua itu meminta satu bagel dan langsung memakannya. Ia meminta dua bagel lagi dan memakannya sampai habis. Pemilik toko roti mulai kesal dan bertanya, “Baiklah sobat, di mana trik sulapnya?” Pria tua itu menunjuk tetangga yang berdiri di sampingnya, “Simsalabim, abrakadabra, lihat ke saku temanku ini.”
Fiona Handoko
Selamat pagi bp prof pry, bp dg, sobat nayla. Sinetron kabinet gembrot. Mentri. “”Rumah subsidi cukup 18 meter. ” Wakil. “Uu bilang rumah subsidi minimal 36 meter. ” Mentri. “Jangan utang ke asing. Danantara cukup. ” Wakil. “16 ton setahun dari world bank dan ADB. Masa nolak rejeki? ”
Udin Salemo
Dingin udara di Sibolangit/ Sewaktu kami lewati mau ke Parapat/ Dikau kupuji setinggi langit/ Jabatan komisaris yang kudapat/ Aku kagumi ibu Inke Maris/ Beliau penyiar radio & tv hebat/ Mudah sekali jadi komisaris/ Cukup menjilat ke pejabat/ Pahlawan Melayu bernama Hang Jebat/ Berperang pakai senjata paten/ Perang di laut Bagan Siapi-api/ Cita2 mau jadi perusahaan hebat/ Angkat komisaris tak kompeten/ Itulah jauh panggang dari api/ #mantun_komisaris
Tivibox
Manifest penumpang dan kelalaian manusia Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali tanggal 2 Juli malam yang lalu adalah kejadian yang ke sekian kalinya. Kalau dirunut, sebelumnya pernah juga terjadi. Tahun 2016 menimpa KMP Rafelia II. Kemudian tahun 2021 KMP Yunicee. Belum termasuk kejadian sebelum tahun-tahun itu. Salah satu masalah yang selalu terulang adalah ketidak cocokan jumlah penumpang dalam manifest dengan realitas jumlah penumpang yang diangkut. Ada korban yang ditemukan tidak masuk dalam manifest penumpang kapal yang tenggelam. ASDP yang bertanggung jawab mengelola penyeberangan seolah bergeming dan seperti membiarkan kejadian itu berulang. Disamping itu, tidak adanya cargo loader yang bertugas menghitung jumlah beban muatan maksimum yang bisa dimuat ke dalam kapal juga berperan dalam kecelakaan ini. Kendaraan ODOL sering dijejalkan sampai penuh di dek tanpa ada perhitungan apakah kapalnya mampu menahan berat beban yang dimuat ke dalam kapal. Sudah saatnya ASDP berbenah. Mengutamakan keselamatan penumpang. Juga, kalau ada bencana seperti ini tidak terjadi kesimpang siuran jumlah yang menjadi korban. Di sini, apa-apa sering dianggap remeh, termasuk nyawa manusia. Sungguh menyedihkan.
MZ ARIFIN UMAR ZAIN
Hormati yg besar, yg kuat, kasihsayangi yg kecil, lemah.
Sadewa 19
Orang kaya, biasanya akan menghormati orang yang lebih kaya. Demikian juga Trump, lihatlah pada foto saat dia datang ke Qatar. Trump tampil rapi dengan setelan jas dan dasi, sementara Emir Qatar sang tuan rumah cukup dengan pakaian putih tradisional arab + sendal (tanpa sepatu). Trump tidak komplen akan hal itu. Ia sadar Emir Qatar orang yg lebih kaya darinya. Lain hari saat Zelensky datang dengan “kaos oblong” khas tentara perang, dia dimarahi dan dibully habis habisan. Zelensky diusir dan dibuat malu. Orang kaya apalagi punya kuasa bebas bebas aja melakukan apa yg mereka suka. Zohran ingin menabrak itu, ia memperkenalkan zohranomic, istilah ekonomi bagi kelas menengah. Ekonomi yg lebih berkeadilan, transportasi umum gratis, penghapusan student loan, dan kenaikan pajak bagi orang berduit. Zohran mementang pengurangan pajak bagi perusahaan perusahaan besar di Amerika. Tentu bukan perjuangan yg mudah untuk mengalahkan orang kaya yg sedang berkuasa. Zohran tidak terlalu kaya namun juga tidak miskin. Setidaknya dia tidak seperti Zelensky, yg dipandang oleh Trump sebagai orang yg miskin dan sombong. Jangan-jangan, Trump membaca buku hadist, bahwa nanti di akhirat Tuhan yg Maha kaya, tidak akan mengajak bercakap cakap orang yg miskin dan sombong. Trump sudah memberi contoh itu di dunia.
Re Hanno
Dulu, pada awal-awal CHDI, ending atau kalimat penutup tulisan selalu mengejutkan atau simpulan kalimat yang menarik memancing senyuman atau anggukan. Tetapi belakangan kalimatnya kering tanpa muatan.
Fiona Handoko
Selamat pagi bp thamrin, bung mirza, bp agus, bp jokosp, bp ks, bp udin, sobat tivibox dan teman2 rusuhwan. Del monte. Raksasa produsen buah dan sayuran dalam kaleng sudah berusia 138 th. Tapi karena terjerat utang, bangkrut. Utang 162 ton lah yg menyebabkan del monte tenggelam. Negara kita? Th 2025 akan membayar bunga utang 500 ton. Belum cicilan utang pokoknya. Di sisi lain, penerimaan pajak tidak tercapai. Sementara proyek mercu suar jalan terus. Seperti koperasi MP, giant sea wall. Dan MBG. Ada lagi biaya korupsi, yang tiap kali diungkap sudah mencapai nilai ton ton an. Normalnya jika pemasukan berkurang dan utang membelit pinggang. Orang akan mengurangi pengeluaran. Tapi efisiensi ala gemoy ini bukannya mengurangi pengeluaran, malah melebarkan defisit. Sampai2 di hari libur sekolah pun. MBG tetap dihidangkan. Del monte bangkrut karena salah urus. Tidak bisa mengelola utangnya. Di sini? Masih aman dan terkendali. Demikian kata bu lurah pensiunan world bank. Ekonom arthur laffer berteori. Bahwa saat ekonomi melemah. Negara harus terapkan tarif pajak rendah, perluas sasaran pajak dan pengetatan belanja negara. Tapi kata bu lurah. Filosofi ekonomi indonesia kan pancasila dan uud45. Arthur laffer juga belum tahu. Ditulis di uud45. Fakir miskin & anak terlantar dipelihara oleh negara. Jadi 100 menteri, puluhan kepala badan, stafsus, komisaris2 bumn, staf ahli. Semua harus dipelihara oleh negara. Termasuk biaya halan2 nya. Karna mereka semua kan anak terlantar. Sug
Lagarenze 1301
Saya yakin CHD hari ini bukannya lupa menulis tentang perempuan dengan “7i” yang berada di sisi Zohran Mamdani (33). Namanya Rama Duwaji (27). Seniman dan ilustrator berdarah Suriah yang lahir di Texas. Zohran dan Rama bertemu di aplikasi kencan Hinge. Beberapa tahun kemudian, Februari 2025, mereka memutuskan menikah. Lima bulan setelah menikah, Rama mendapati dirinya sudah menjadi istri dari calon Wali Kota New York dari Partai Demokrat. Kalau beruntung, dia akan menjadi First Lady NYC.
Wilwa
@Juve. Celah/Lorong Wakhan yang panjangnya sekitar 200an kilometer itu (Kabul ke lorong Wakhan sekitar 200 an km dan lorong Wakhan ke Kashgar sekitar 200an km) itu cenderung rata/flat tapi berkelak-kelok mengikuti sungai yang mengalir dari arah Barat ke arah Timur. Sungai ini memisahkan Afghanistan dengan Tajikistan di sebelah utara sungai. Masalah utamanya adalah karena mengikuti sungai yang kadang bisa meluap maka rel kereta idealnya dibangun lebih tinggi dari permukaan sungai. Rel kereta layang. Jalan raya pun idealnya pun juga harus begitu. Jalan layang. Kalau gak mau sedikit-sedikit atau sebentar-sebentar tergenang atau kebanjiran. Itu yang bikin mahal. Lebih kurangnya harus kayak rel kereta whoosh. Di bagian tertentu mungkin cukup diurug agar lebih tinggi dari permukaan sungai tapi di bagian lain harus dibangun rel kereta layang.
Liam Then
Baju yang kita pakai sekarang, bukankah budaya penjajah?
Deja Vu
Inspirasi Liem Soe liong adalah konglomerat yang menginspirasi dengan bercelana pendek bertemu Soeharto di istana negara Belakangan Bob Sadino juga melanjutkan warisan tersebut dengan bercelana pendek dan berkaus singlet bertandang ke institusi-institusi resmi Kebiasaan positif ini juga ditiru oleh sinyo dan noni keturunan Belanda yang sering bertamu ke kantor dinas untuk mengurus ktp atau sekedar menjemput anak di sekolah Kebiasaan yang sopan dan terpelajar tersebut terus berlanjut walau sering institusi memasang reklame di gerbangnya Harap berpakaian sopan Tidak bercelana pendek Tidak berkaus kutang Tidak memakai rok mini Tidak bersandal jepit Namun sinyo dan noni keturunan belanda tersebut memang hanya bisa berbahasa belanda, sehingga tidak bisa membaca pengumuman berbahasa indonesia. Memang penjajah harus dihapuskan.
heru santoso
Zohran Mamdani dielu-elukan sebagai bintang kemenangan. Muslim pertama calon wali kota New York. Mendadak euforia meledak, disini, bukan di NY. Teman saya dengan bangga mengirimkan beberapa postingan WA. Bahkan ada yg dinarasikan sudah terpilih walikota muslim pertama untuk NY. Padahal itu potongan video kemenangannya dalam konvensi Partai Demokrat lalu. CHDI hari ini kok ya teganya mengaduk-aduk perasaan euforia teman saya tadi itu. Menyampaikan berita bahwa: Mamdani adalah Syiah dan sekaligus pendukung LGBT— termasuk transgender. Saya membayangkan kalau teman saya itu membaca CHDI, mendadak jengah dan canggung: label “Muslim” tak selalu sejalan dengan nilai yang mereka bayangkan. Fenomena ini jadi pelajaran penting: Jangan cepat bangga hanya karena simbol agama. Politik lebih rumit dari sekadar nama dan simbul agama.
Agus Suryonegoro III – 阿古斯·苏约诺
NEW YORK, KOTA IMIGRAN DAN MIMPI MAMDANI.. New York City berdiri tahun 1625, awalnya bernama New Amsterdam. Sejak 1665, kota ini telah dipimpin oleh 110 wali kota. Dari jumlah itu, 98% kulit putih, hanya dua yang kulit berwarna: David Dinkins dan Eric Adams. Dari sisi partai, sekitar 70% Demokrat, sisanya Republik atau independen. Pemilu wali kota 2025 makin seru. Zohran Mamdani, putra imigran Uganda-India, maju sebagai kandidat Demokrat didukung sayap progresif. Lawannya: Eric Adams (petahana, kini maju sebagai independen), Curtis Sliwa (Republikan), dan Jim Walden (Independen). Eks Gubernur Andrew Cuomo juga santer disebut. Mamdani membawa gagasan segar: transportasi gratis, pajak lebih adil, dan pembelaan kelas pekerja. Ia didukung Bernie Sanders dan AOC, tapi dikritik kelompok konservatif dan polisi. Meski New York disebut “kota imigran”, sejarah walikotanya masih dominan kulit putih. Maka kehadiran Mamdani seperti mengajak warga bertanya: “Kalau bukan sekarang, kapan pemimpin benar-benar mewakili wajah asli kota ini?” Kalau Mamdani menang, ia akan jadi wali kota kulit berwarna ke-3 – dan mungkin, yang paling progresif.
Thamrin Dahlan YPTD
Jegal menjegal politik ternyata dimana saja sama. Di cari cari celah untuk menggagalkan seorang yang tidak disuka menjadi pejabat publik. Malah Presiden Amerika Donald Trump berupaya dengan cara mempersoalkan kewarga negarawan Mamdani. Itulah bentuk demokrasi yang terlepas luar dari hati nurani. Seorang calon penguasa bukan lagi dilihat dari kompetensi dan integritas. Namun asal usul keturunan masih saja dipersoalkan. Ya sudahlah. Perlu juga diteliti apakah seorang anak yatim suka di jegal juga. 10 Muharam hari raya anak yatim. Ahad ini ayo berbagi kepedulian. Salamsalaman
my Ando
baru baca 1 menit udh gk menarik… urusan pilkada negeri antah erantah sono, gak ngefek sama gue kata orng² jakarte, kalo sama² berita politik pdhl ad berita Gubernur yg tengah dagdigdug karna sahabatnya dan mgkn mesin uangnya sedang ketangkap, adalagi agenda Presiden yg sedang menuju blok ekonomi perdagangan besar BRICK, bidang hukum banyak goaip² basi yg masih dibsa diangeti para loyalis fanatik… lha ini… malah ngurusin negeri donal bebek sono, apa menariknya
Liam Then
Sentiment rasial dan agama itu biasa, ada yang tak senang , ada juga yang ikut bangga. Saya masih ingat, dulu sering berulang-ulang bapak saya cerita, bahwa PM Thailand itu orang “khek”, kalo Lee Teng Hui itu juga orang khek, dan tak kalah semangat ketika sebutkan Deng Xiaoping itu juga khek, dan semarga dengan kami. Dalam hati saya, apa pasalnya bangga, kita tak kenal mereka,pun sebaliknya. Dulu era ribut Ahok berhasil jadi wakil gubernur dan jadi calon gubernur , warga Tionghoa Pontianak juga sibuk ikut perhatian, ikut bawa perasaan, kayak ikut bangga begitu. Saya sebaliknya biasa saja, malah kepikiran, justru yang harus diapresiasi adalah situasi dan keadaannya, realita bahwa toleransi sudah mekar menjadi nyata, seorang Tionghoa bisa terpilih jadi wakil Gubernur DKI, bisa terpilih jadi calon Gubernur DKI. Dan berangkat dari kenyataan tersebut, jadi tonggak kesadaran bagi Tionghoa fi Indonesia kebanyakan, bahwa identitas sejati mereka adalah orang Indonesia, dengan begitu stigma ekslusifitas Tionghoa selama ini bisa perlahan luntur, untuk kemudian bentuk persepsi umum yang baru. Tapi yang terjadi adalah kebanggan yang tak perlu. Sampai zaman sekarang, identitas kesukuan ,rasial dan agama masih belum bisa lepas dari politik. Malah sering dijadikan alat untuk menuai konflik. Seperti di Ukraina, Syria,Iraq,Yaman. Seorang Muslim mampu jadi calon walikota kota sepenting New York ,seorang non Muslim juga mampu jadi wakil gubernur di Jakarta…