INDOPOSCO.ID – Sumatera Selatan (Sumsel) berdiri di atas sumber energi raksasa: lebih dari 9,3 miliar ton cadangan batu bara yang tersimpan di perut buminya. Ironisnya, potensi besar ini belum bergerak secepat wilayah Kalimantan, yang pada 2024 mencatat produksi mencapai 687 juta ton dari Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Selatan (Kalsel). Dengan produksi Sumsel yang hanya menyentuh kisaran 100 juta ton per tahun, jurang pemanfaatan sumber daya terlihat begitu jelas.
Namun dalam lanskap tantangan itulah Titan Infra Sejahtera (TIS) muncul sebagai aktor kunci yang mampu mengubah peta permainan. Masalah klasik Sumsel selama ini bukan pada cadangannya, melainkan pada logistik—jarak tambang ke pelabuhan yang jauh, biaya angkut tinggi, hingga infrastruktur yang belum sepenuhnya optimal.
TIS, sebagai penyedia infrastruktur logistik batu bara terintegrasi terbesar, terpanjang, dan paling kritikal di Sumsel, kini membuka ruang baru bagi industri untuk memperbesar produksi secara signifikan. Dengan jaringan transportasi dan fasilitas pelabuhan yang terus dikembangkan, perusahaan ini berada pada posisi strategis untuk mengakselerasi pemanfaatan cadangan batu bara yang selama ini tertahan.
“Kami menyadari kebutuhan para pelaku industri tambang batu bara di Sumatera Selatan untuk tumbuh dan meningkatkan volume produksinya. Karena itu, kami sangat siap mendukung dengan menyediakan infrastruktur logistik batu bara yang andal dan terintegrasi,” kata Direktur TIS, Victor B Tanuadji.
Lewat anak usaha PT Servo Lintas Raya (SLR), TIS mengoperasikan 118 kilometer jalan khusus batu bara berkapasitas 50 juta ton, yang menghubungkan Lahat, Muara Enim, dan PALI, wilayah yang selama ini menjadi jantung lumbung batu bara Sumsel. Jalur ini terkoneksi langsung dengan pelabuhan yang dikelola PT Swarnadwipa Dermaga Jaya (SDJ), yang saat ini mampu menampung 34 juta ton batu bara per tahun dan tengah bersiap meningkatkan kapasitasnya menjadi 45 juta ton.
Transformasi logistik ini tidak berhenti pada peningkatan kapasitas. TIS juga meng-upgrade jalan angkut SLR dari gravel menjadi chipseal untuk memangkas waktu perjalanan dan menurunkan biaya operasional.
“Jalan angkut chipseal memangkas waktu tempuh hingga 50% dari sebelumnya 7–8 jam menjadi hanya 3–4 jam per trip. Waktu tempuh lebih cepat berarti lebih hemat BBM, kualitas jalan lebih mulus juga mengurangi biaya pemeliharaan truk,” ujar Direktur Utama TIS, Suryo Suwignjo.
Di saat yang sama, TIS memperluas jangkauan lewat pembangunan feeder road untuk menyambungkan tambang-tambang yang belum memiliki akses ke ruas utama SLR. Langkah ini menjadi salah satu fondasi terpenting dalam mendorong peningkatan produksi Sumsel pada lima tahun ke depan.
Perusahaan besar seperti PT Bukit Asam Tbk, PT Mustika Indah Permai (MIP) milik Adaro, PT Manambang Muara Enim (MME), dan PT Duta Bara Utama (DBU) telah mempercayakan operasional logistiknya kepada TIS—sebuah indikator kuat bahwa infrastruktur ini dianggap paling siap dan paling teruji di Sumsel.
Di tengah upaya nasional untuk mendorong efisiensi pasokan energi, langkah TIS mempertegas satu hal: masa depan industri batu bara Sumsel tidak ditentukan oleh besarnya cadangan, tetapi oleh kemampuan menghadirkan infrastruktur yang sanggup menggerakkan seluruh potensinya. Dan TIS menjadi salah satu motor terpenting yang menyalakan pergerakan itu. (her)









