INDOPOSCO.ID – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengkhawatirkan ancaman putus sekolah bagi anak-anak korban terdampak banjir dan longsor melanda tiga provinsi di Sumatera. Situasi ekonomi keluarga yang hancur pascabanjir berpotensi besar memaksa mereka mengambil keputusan sulit.
Di samping itu, alasan putus sekolah juga karena membangun sekolah rusak berat butuh waktu yang panjang. Hingga kini pemerintah belum mengeluarkan skema perlindungan sosial khusus untuk mencegah hal ini.
“Jika tidak ada intervensi cepat, kita akan menghadapi generasi hilang. Anak-anak bisa terhenti pendidikannya bukan hanya karena banjir, tetapi karena kelambanan negara,” kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu (6/12/2025).
Menurutnya, fokus penanganan masih pada evakuasi dan logistik dasar, sementara kebutuhan spesifik anak untuk kembali ke lingkungan belajar yang aman dan stabil masih terabaikan.
“Anak-anak harus dilindungi secara fisik dan emosional. Mereka butuh ruang aman dan aktivitas pendidikan untuk memulihkan trauma, bukan dibiarkan menganggur,” ujar Ubaid.
Banyak sekolah yang sampai hari ini statusnya masih libur dan tidak ada pembelajaran. Penyediaan tenda atau ruang belajar darurat yang layak, aman, dan dilengkapi fasilitas pendukung, sangat terbatas dan tidak merata serta belum menjangkau semua anak di semua titik bencana.
“Semakin lama anak tidak kembali belajar, semakin besar kerusakan psikologis dan ketertinggalan akademiknya,” ucap Ubaid.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status bencana nasional dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengeluarkan Surat Keputusan Status Darurat Pendidikan di tiga provinsi Sumatera pascabencana banjir dan longsor.
Penetapan status terssebut krusial untuk membuka akses terhadap Dana Kontinjensi (DAK Fisik Darurat), anggaran mendesak Kementerian/Lembaga, serta memobilisasi logistik dan sumber daya manusia dari pusat secara masif dan terkoordinasi. (dan)









