INDOPOSCO.ID – Gelombang bencana yang meratakan aktivitas masyarakat dari Aceh, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat dalam beberapa hari terakhir kembali menampar kesadaran nasional, yakni Indonesia tengah menghadapi situasi darurat yang tidak bisa lagi ditanggapi dengan cara biasa.
Di tengah kepanikan warga dan derasnya laporan kerusakan, Pemuda Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) tampil menyuarakan kegelisahan publik yang selama ini terpendam.
Organisasi tersebut menyatakan keprihatinan mendalam atas meluasnya banjir dan longsor yang telah menelan korban jiwa, memutus akses vital, memaksa ribuan keluarga mengungsi, serta menghempaskan roda sosial, pendidikan, dan ekonomi di banyak daerah.
Melihat eskalasi yang terus meningkat, Pemuda ICMI mendesak pemerintah untuk tidak lagi menunda penetapan status bencana nasional, sebuah langkah yang dinilai penting untuk membuka ruang koordinasi besar antarinstansi.
Ketua Umum Pemuda ICMI, Ismail Rumadan, menegaskan bahwa respons negara tidak boleh lagi berjalan pada jalur administratif yang lambat. Menurutnya, realitas di lapangan menunjukkan kondisi yang jauh lebih mengkhawatirkan.
“Situasi yang terjadi bukan lagi bencana lokal. Ribuan warga kehilangan rumah, fasilitas publik lumpuh, dan korban jiwa terus bertambah,” tegas Ismail di Jakarta, Jumat (5/12/2025).
Ia melanjutkan, penetapan bencana nasional bukan hanya soal status, melainkan soal percepatan tindakan.
“Pemerintah harus bertindak cepat dan tegas dengan menetapkan status bencana nasional untuk memastikan evakuasi, bantuan logistik, penanganan kesehatan, dan pemulihan dilakukan secara terkoordinasi dan tepat sasaran,” terangnya.
Pemuda ICMI juga menyoroti akar persoalan yang sering luput dibahas di tengah kepanikan. Ismail mengingatkan bahwa mitigasi harus menjadi agenda prioritas, bukan sekadar reaksi sesaat. Ia menegaskan bahwa kerusakan ekologis akibat deforestasi, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, lemahnya pengawasan tata ruang, hingga tekanan perubahan iklim telah memperbesar risiko bencana hidrometeorologi.
“Kerusakan ekologis akibat deforestasi, eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali, lemahnya pengawasan tata ruang, dan perubahan iklim memperburuk risiko bencana hidrometeorologi,” jelasnya.
Melalui pernyataannya, Pemuda ICMI menyerukan lima langkah strategis untuk mengatasi kondisi darurat ini, diantaranya:
1. Penetapan status bencana nasional untuk mempercepat penanganan darurat.
2. Mendorong kolaborasi lintas lembaga, terutama BNPB, Basarnas, TNI, Polri, Pemerintah Daerah, dan organisasi kemanusiaan.
3. Distribusi bantuan logistik yang merata, cepat, dan transparan bagi wilayah-wilayah terdampak.
4. Investigasi tata kelola lingkungan dan kehutanan, terutama di daerah rawan banjir dan longsor.
5. Penyusunan kebijakan jangka panjang berbasis sains, termasuk rehabilitasi lingkungan, penguatan tata ruang, dan pendidikan mitigasi bencana di tingkat masyarakat.
Pemuda ICMI menegaskan komitmennya untuk turun langsung melalui jaringan organisasi daerah dalam memberikan dukungan kemanusiaan. Mereka juga mengajak masyarakat luas untuk menggenggam semangat gotong royong demi meringankan beban sesama.
“Ini bukan hanya soal data korban dan kerusakan. Ini tentang rasa kemanusiaan. Negara harus hadir, cepat, dan bertanggung jawab,” tutupnya.
Dan pada akhirnya, seruan tersebut menjadi penanda bahwa di tengah gelombang bencana, suara publik menagih respons negara yang benar-benar sepadan dengan krisis yang terjadi. (her)









