INDOPOSCO.ID – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendesak, Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status bencana nasional dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengeluarkan Surat Keputusan Status Darurat Pendidikan di tiga provinsi Sumatera pascabencana banjir dan longsor.
Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan, penetapan status terssebut krusial untuk membuka akses terhadap Dana Kontinjensi (DAK Fisik Darurat), anggaran mendesak Kementerian/Lembaga, serta memobilisasi logistik dan sumber daya manusia dari pusat secara masif dan terkoordinasi.
“Penetapan status bencana nasional dan status darurat pendidikan,” kata Ubaid dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Banyak sekolah tidak mudah dipulihkan, mereka terendam lumpur, roboh, bahkan hanyut terbawa arus. Sementara, ratusan ribu siswa dan guru terdampak banjir, masih terkatung-katung tanpa kepastian kapan bisa kembali belajar dengan layak.
Menurutnya, ketidakadaan status itu disinyalir menjadi masalah bagi minimnya dan lambannya aliran dana dan sumber daya khusus dari pusat untuk percepatan pemulihan, termasuk di sektor pendidikan.
“Kerusakan infrastruktur pendidikan sangat parah, APBD daerah jelas tidak akan mampu menanggungnya sendirian,” ujar Ubaid.
Namun, tanpa status bencana nasional atau setidaknya pernyataan status darurat pendidikan dari pemerintah pusat, mekanisme pendanaan dan logistik darurat dari pusat sangat minim dan terhambat. “Akibatnya, proses di lapangan jalan di tempat,” jelas Ubaid.
Dinas Pendidikan setempat mengaku terkendala anggaran untuk penanganan darurat dan rehabilitasi. Bantuan dari Kemendikdasmen senilai Rp13,3 Miliar sebagai dukung pemulihan pascabencana adalah masih sangat kecil dibandingkan kerusakan infrastruktur sekolah yang sangat masif.
“Biaya rehabilitasi satu sekolah yang rusak sedang-berat dapat mencapai miliaran rupiah. Dengan Rp13,3 miliar untuk puluhan kabupaten/kota di tiga provinsi, bantuan ini lebih bersifat simbolis ketimbang solutif,” imbuh Ubaid.
Tak hanya JPPI, sejumlah Anggota DPR RI juga menuntut bencana di Sumatera sebagai Bencana Nasional, mengingat perkembangan data terbaru yang menunjukkan skala bencana sudah melampaui kemampuan penanganan pemerintah daerah.
Menurut Angota DPR RI daei Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ansory Siregar, tragedi di tiga provinsi ini tidak lagi dapat dipandang sebagai musibah regional, melainkan sebagai darurat kemanusiaan berskala nasional yang memerlukan mobilisasi penuh dari pemerintah pusat.
Tidak hanya korban jiwa dan pengungsian massal, dampak infrastruktur pun tergolong berat. Ribuan rumah warga rusak total, puluhan jembatan dan fasilitas publik hancur, serta akses jalan di sejumlah kabupaten terputus dan belum dapat dipulihkan sepenuhnya. Sejumlah laporan lapangan menyebutkan bahwa beberapa kawasan terdampak masih terisolasi dan hanya bisa dijangkau melalui jalur udara atau alur logistik terbatas.
Dengan melihat skala kerusakan dan dampaknya, Ansory menilai pengelolaan bencana tidak lagi efektif jika dibebankan pada pemerintah provinsi masing-masing. Ia menekankan bahwa penetapan status Bencana Nasional akan membuka ruang koordinasi terpadu, percepatan distribusi logistik, pengerahan alat berat dalam jumlah besar, penyediaan anggaran pemulihan yang lebih luas, serta penanganan kesehatan masyarakat yang lebih cepat dan menyeluruh.
Tanpa status tersebut, upaya pencarian korban hilang dan pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi berpotensi berjalan lambat karena keterbatasan kewenangan dan anggaran di tingkat daerah.
Pemerintah harus hadir sepenuhnya. Ini tragedi besar, bukan bencana biasa. Korban di Aceh, Sumut, dan Sumbar tidak boleh menghadapi musibah sebesar ini sendirian. Dengan data sebesar ini, keputusan untuk menetapkan Bencana Nasional justru merupakan tindakan yang paling rasional dan paling manusiawi,” tegas Ansory. (dan)









