INDOPOSCO.ID — Hipertensi paru adalah penyakit langka yang gejalanya sering sulit dikenali, namun dapat mengancam nyawa. Bagi ribuan pasien di Indonesia, setiap napas adalah perjuangan.
Memperingati Bulan Kesadaran Hipertensi Paru 2025, MSD Indonesia bersama Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI) mengajak masyarakat untuk meningkatkan kepedulian dan mendukung upaya akses pengobatan bagi para pasien.
Hipertensi paru terjadi ketika tekanan darah tinggi pada pembuluh darah paru membuat jantung kanan bekerja ekstra keras. Tanpa pengobatan yang tepat, kondisi ini dapat menyebabkan gagal jantung kanan dan komplikasi fatal. Data global menunjukkan bahwa sepertiga pasien meninggal pada tahun pertama diagnosis dan lebih dari separuh tidak bertahan hingga lima tahun.
Managing Director MSD Indonesia, George Stylianou, menekankan pentingnya kesadaran masyarakat. Ia menyatakan bahwa masih banyak pasien yang berjuang untuk bernapas setiap hari dan tidak seharusnya menghadapi kondisi itu sendirian. MSD berkomitmen mendukung YHPI melalui edukasi dan peningkatan akses pengobatan agar kualitas hidup pasien dapat meningkat.
Meski mematikan, hipertensi paru sering tidak terdeteksi sejak awal. Gejala seperti mudah lelah atau sesak napas ringan sering disalahartikan sebagai asma atau gangguan jantung biasa, sehingga diagnosis sering terlambat.
Ketua YHPI, Arni Rismayanti, menjelaskan bahwa banyak pasien merasa lelah dan bingung karena bertahun-tahun tidak mengetahui penyebab gejala mereka. YHPI hadir sebagai rumah bagi pasien untuk mendapatkan dukungan dan informasi yang tepat.
Di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 25.000 penderita Hipertensi Paru, dengan wanita menjadi kelompok paling rentan. Penyakit ini bisa menyerang semua usia, termasuk anak-anak. Wakil Ketua Hipertensi Paru Indonesia, dr. Hary Sakti Muliawan, Ph.D., Sp.JP, menekankan pentingnya edukasi publik dan peningkatan kapasitas tenaga medis agar diagnosis dapat dilakukan lebih cepat dan akurat.
Akses obat untuk Hipertensi Paru di Indonesia juga masih terbatas. Dari 15 jenis obat yang tersedia di dunia, hanya lima yang dapat diakses di Indonesia, dan hanya dua yang ditanggung oleh sistem jaminan kesehatan nasional. Arni berharap pemerintah dan pemangku kepentingan membuka akses yang lebih luas dan setara, sehingga pasien dapat memperoleh pengobatan yang layak.
Kisah nyata datang dari Yusnita Dewi, pasien yang sejak kecil memiliki masalah paru dan kemudian didiagnosis gagal jantung dengan Hipertensi Paru primer. Ia mengaku terpukul ketika diberitahu harus menjalani terapi seumur hidup, apalagi obat yang dibutuhkan tidak selalu tersedia. Dukungan keluarga dan komunitas membantunya tetap bertahan. Yusnita berharap pasien lain dapat memperoleh pengobatan lebih baik dan dukungan moral agar tidak merasa berjuang sendiri.
Bulan Kesadaran Hipertensi Paru 2025 menjadi momen penting untuk meningkatkan literasi masyarakat, mempercepat deteksi dini, dan memperluas akses pengobatan bagi ribuan pasien yang masih berjuang untuk mendapatkan napas yang lebih lega. (eva)









