INDOPOSCO.ID – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) bersama Korps Relawan Bencana (Kresna) di bawah Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) menyelenggarakan rangkaian psychosocial support program bagi anak-anak dan guru terdampak gempa bumi di Kabupaten Poso.
“Kegiatan ini untuk mendukung pemulihan psikologis penyintas bencana serta memperkuat kesiapsiagaan sekolah menghadapi kondisi darurat di masa yang akan datang,” ujar Direktur Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK), Kemendikdasmen Sarjadi dalam keterangan, Rabu (26/11/2025).
Ia menyampaikan, kegiatan ini merespon bencana gempa bumi pada tanggal 17 Agustus 2025 lalu. Gempa berkekuatan magnitudo (M)5,8 di Desa Ueralulu, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso ini menimbulkan dampak signifikan. Baik terhadap kondisi fisik masyarakat, bangunan sekolah dan kesehatan psikologis anak-anak serta para guru.
“Kami melibatkan Himpsi yang ahli memahami kondisi psikologis pascabencana,” katanya.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Himpsi Andik Matulessy mengaku telah melakukan pengukuran dampak psikologis pascabencana terhadap 456 siswa (316 siswa SD dan 119 siswa SMP).
“Hasil assessment menunjukkan 54,83 persen mengalami kecemasan, ketegangan, dan kekhawatiran berulang, 61,18 persen mudah merasa takut dalam situasi tertentu, 14,25 persen sulit tidur dan 13,6 persen mengalami mimpi buruk serta kecemasan terkait tidur,” terang Andik.
Temuan ini, menurut dia, menunjukkan perlunya intervensi psikologis intensif, terutama bagi kelompok anak rentan yang membutuhkan pendampingan berkelanjutan. Dengan melaksanakan psychosocial support program yang mencakup assessment lanjutan.
“Kegiatan trauma healing bagi siswa, capacity building untuk guru, hingga simulasi penyelamatan diri atau integrated drill procedure,” katanya.
“Program kami menyasar 31 sekolah terdampak bencana, 1.625 siswa dari PAUD 43 siswa, TK 96 siswa, SD 1.005 siswa, SMP 481 siswa dan 125 guru sebagai peserta pelatihan peningkatan kapasitas dan pemberian Bantuan Psikologis Awal (BPA),” sambungnya.
Ia menyebut, program ini melibatkan sekitar 100 psikolog dan ilmuwan psikologi dengan latar belakang keilmuan psikologi, dengan pengalaman sebagai trainer di berbagai peristiwa kebencanaan. Program dirancang secara interaktif terdiri atas materi dan games yang mengarah pada proses pemulihan psikologis penyintas.
“Kami berberharap program ini bisa mendukung pemulihan psikologis penyintas bencana, agar lebih tangguh dan dapat memperkuat kesiapsiagaan sekolah menghadapi kondisi darurat di masa yang akan datang,” ujarnya. (nas)









