INDOPOSCO.ID – Langkah pemerintah mendorong gerakan penanaman vegetasi skala besar untuk menekan risiko bencana hidrometeorologi mendapatkan sorotan tajam dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Bukan tanpa alasan, program yang digadang-gadang menjadi solusi ekologis ini kerap terjebak dalam euforia seremoni tanpa tindak lanjut nyata di lapangan.
Kemenko PMK menegaskan bahwa keberhasilan program semacam ini tidak boleh hanya diukur dari kemeriahan seremoni, melainkan dari keberlanjutan dan dampaknya di lapangan.
Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana Kemenko PMK, Lilik Kurniawan, menilai, perencanaan yang matang dan koordinasi lintas lembaga menjadi kunci utama agar kegiatan penanaman benar-benar menghadirkan manfaat ekologis dan sosial.
“Jangan sampai seremoni itu hanya bagus di media, tapi setelah itu tidak terawat dan tidak memberikan manfaat. Ini sering kita lihat dan sering kita punya pengalaman seperti itu,” tegas Lilik dalam keterangannya di Jakarta, Senin (3/11/2025).
Menurut Lilik, program penanaman pohon merupakan langkah strategis untuk menyentuh akar persoalan bencana hidrometeorologi—mulai dari banjir, longsor, hingga kekeringan—yang sering kali diperparah oleh kerusakan lingkungan dan meluasnya lahan kritis.
Lebih dari sekadar tindakan ekologis, ia menilai gerakan ini juga punya dimensi ekonomi yang kuat bila hasil tanaman dapat diolah dan dimanfaatkan masyarakat sekitar.
“Pastikan pohon yang ditanam tetap hidup dan selain mengurangi risiko bencana, juga dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat,” imbuhnya.
Untuk memastikan program tidak berhenti pada seremoni simbolis, Kemenko PMK menggarisbawahi tiga kunci utama keberhasilan implementasi di lapangan, yakni validasi lokasi dan kepemilikan lahan, keterlibatan masyarakat dalam pemilihan bibit, serta pengawasan pasca-tanam yang konsisten.
Lebih lanjut, Lilik juga mendorong agar peluncuran tahap awal program pre-event penanaman di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu dan DAS kritis lainnya, disinergikan dengan Rapat Tingkat Menteri (RTM) sebagai bentuk komitmen kolektif antar kementerian dan lembaga.
Namun, ia mengingatkan pentingnya kesiapan teknis di lapangan agar kegiatan tidak terjebak pada rutinitas simbolik.
“Apabila BPBD menilai persiapan di lapangan belum matang, kegiatan tersebut sebaiknya diundur satu hingga dua minggu agar hasilnya lebih optimal dan tidak sekadar seremonial,” tambahnya.
Penanaman pohon harus menjadi gerakan keberlanjutan, bukan proyek tahunan yang berhenti setelah sesi foto bersama. Dari Hulu Ciliwung hingga daerah-daerah rawan bencana di seluruh Nusantara, setiap pohon yang tumbuh menjadi simbol harapan baru, bahwa mitigasi bukan sekadar wacana, tapi tindakan nyata untuk menjaga bumi dan manusia yang hidup di atasnya. (her)









