INDOPOSCO.ID – Tegas dan berwibawa, Presiden Prabowo Subianto kerap dipandang sebagai simbol kepemimpinan kuat. Namun, di balik ketegasan itu, tantangan baru muncul, bagaimana menjaga harmoni komunikasi politik di tubuh kabinet yang dipenuhi beragam kepentingan.
Menurut analis komunikasi politik Hendri Satrio, gaya kepemimpinan yang dominan bisa menimbulkan jarak komunikasi jika tidak diimbangi keterbukaan dari kedua belah pihak.
“Sebetulnya (para menteri) kalau mau komunikasi ya komunikasi saja (dengan Presiden). Masalahnya, para menteri itu pernah mencoba berkomunikasi atau tidak? Kalau mereka sudah mencoba (komunikasi dengan Presiden) dan hasilnya malah jelek, berarti Prabowo-nya yang perlu meningkatkan keterbukaan komunikasinya,” ujar Hendri kepada INDOPOSCO melalui gawai, Senin (27/10/2025).
Hensa, sapaan Hendri Satrio, menyoroti lemahnya koordinasi komunikasi publik yang terlihat dari sejumlah kebijakan yang sempat muncul lalu ditarik kembali, seperti isu gas 3 kilogram dan rencana impor BBM Pertamina.
“Iya, seperti testing the water, dimana pemerintah seperti ingin menguji reaksi publik dulu sebelum benar-benar mengeksekusi kebijakan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hensa menilai pembentukan Badan Komunikasi Pemerintah dan penunjukan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi sebagai juru bicara istana merupakan langkah positif menuju perbaikan komunikasi lintas kementerian.
“Salah satu jalan keluarnya memang itu. Dengan adanya lembaga dan figur resmi yang mengoordinasikan narasi pemerintah, komunikasi antarmenteri bisa lebih sinkron, dan publik juga mendapat informasi yang seragam,” tegasnya.
Dengan fondasi ketegasan yang sudah melekat pada dirinya, tantangan terbesar Prabowo kini bukan lagi soal visi besar membangun bangsa, melainkan bagaimana menjahit kembali benang komunikasi di antara para pembantunya agar kekuatan politik pemerintah berdiri dalam satu suara dan satu arah. (her)







