INDOPOSCO.ID – Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi mengkritik upaya pemerintah menjadikan Presiden ke-2 Indonesia Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan hukum dan mengkhianati cita-cita Reformasi 1998.
“Menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah tindakan yang salah dan melawan hukum negara,” kata Hendardi dalam keterangannya, Jakarta, Senin (27/10/2025).
Ia menyoroti, langkah Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Fadli Zon menyebutkan seluruh tokoh yang diusulkan Kementerian Sosial, termasuk Soeharto, untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional telah memenuhi kriteria.
Tampak jelas, upaya pemerintahan Prabowo Subianto serta elite politik dan penyelenggara negara di sekitarnya untuk menjadikan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional berlangsung sistematis.
Setelah Prabowo terpilih sebagai Presiden, sebulan sebelum pelantikan sebagai Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) secara resmi mencabut nama Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Pasal 4 TAP MPR 11/1998 tersebut berbunyi “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak, asasi manusia”.
“Sejak awal, pencabutan ini merupakan langkah yang salah karena mengabaikan fakta historis bahwa 32 tahun masa kepemimpinannya penuh dengan pelanggaran HAM, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan,” ucap Hendardi.
Fakta itulah yang mendorong gerakan Reformasi 1998. Maka, upaya elite politik dan penyelenggara negara untuk sebelumnya mencabut Pasal dalam TAP MPR Nomor XI/1998 yang menyebut Soeharto dan kini mengajukan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional dianggap keliru.
“Nyata-nyata mengalami amnesia politik. Sejarah serta mengkhianati amanat reformasi,” nilai Hendardi.
“Selain itu, jika nantinya Soeharto ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, hal itu merupakan tindakan melawan hukum, terutama UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan,” tambahnya.(dan)









