INDOPOSCO.ID – Gagasan Presiden Prabowo Subianto untuk mengajarkan bahasa Portugis di sekolah-sekolah menuai sorotan dari parlemen.
Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Bonnie Triyana menilai, wacana itu perlu dipertimbangkan ulang karena bahasa Portugis bukan bahasa yang populer dalam pergaulan internasional.
“Bahasa Portugis itu bukan bahasa pergaulan internasional, juga bukan bahasa pengetahuan yang umum digunakan di dunia akademik,” kata Bonnie dalam keterangannya, dikutip Minggu (26/10/2025).
Pernyataan itu disampaikan menyusul langkah Presiden Prabowo yang secara tiba-tiba menyebut akan memasukkan bahasa Portugis ke dalam kurikulum pendidikan saat bertemu Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva di Istana Negara, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Dalam pertemuan bilateral tersebut, kedua pemimpin membahas kerja sama di berbagai sektor, termasuk bahasa.
Menurutnya, pernyataan Presiden Prabowo itu lebih merupakan bentuk diplomasi persahabatan.
“Saya kira Presiden hanya sedang meng-entertain tamunya sebagai bagian dari diplomasi,” ujar sejarawan yang juga anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Bonnie menegaskan kebijakan tersebut tidak realistis untuk diterapkan dalam waktu dekat. Selain belum tersedianya tenaga pengajar yang kompeten, pemberlakuan pelajaran baru juga akan menambah beban bagi siswa dan guru.
“Kalau pelajaran bahasa Portugis diwajibkan, itu bisa jadi beban tambahan bagi siswa maupun pendidik. Akan lebih baik jika sifatnya pilihan, seperti ekstrakurikuler,” ujarnya.
Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu juga menyoroti aspek kesiapan anggaran negara. Ia mempertanyakan dari mana sumber pendanaan untuk menghadirkan tenaga pengajar bahasa Portugis. “Pertanyaannya, siapa yang akan mengajar? Apakah sudah ada gurunya, dan siapkah anggarannya?” cetusnya.
Bonnie kemudian menyarankan pemerintah agar lebih fokus memperkuat pengajaran bahasa Inggris dan mempertimbangkan bahasa Mandarin sebagai alternatif bahasa asing yang lebih relevan dan strategis.
“Bahasa Mandarin kini menjadi bahasa global kedua setelah Inggris, dengan pengaruh ekonomi dan teknologi yang besar. Jadi lebih baik pemerintah memaksimalkan pengajaran bahasa Inggris atau menambah bahasa Mandarin di sekolah,” pungkasnya. (dil)









