INDOPOSCO.ID – Ketimpangan antara kelompok kaya dan miskin di Indonesia masih menjadi tantangan besar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jurang kesejahteraan yang belum sepenuhnya tertutup.
Di sisi lain, setiap tahun populasi Indonesia bertambah sekitar 3 juta jiwa. Jika tren ini terus berlanjut tanpa diiringi peningkatan kualitas gizi dan kesejahteraan, maka sebagian besar kelahiran akan datang dari keluarga tidak mampu.
Kondisi ini mendapat sorotan dari Direktur Kerjasama dan Kemitraan Deputi Promosi dan Kerjasama Badan Gizi Nasional (BGN), Muhammad Risal Salewangang.
“Artinya, dua puluh tahun ke depan, di tahun 2045, saat kita menyongsong Indonesia Emas, anak-anak yang hari ini dalam kandungan, disusui, atau duduk di bangku sekolah dasar, akan menjadi tenaga kerja produktif,” ujar Risal dalam diskusi dengan tema ‘Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Harapan Masyarakat Kepulauan dan Pesisir’ di Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Risal menegaskan, pemerintah saat ini telah menunjukkan komitmen kuat terhadap investasi sumber daya manusia (SDM). Anggaran besar tidak hanya digelontorkan untuk membangun infrastruktur fisik, tetapi juga untuk memperkuat kualitas gizi anak-anak bangsa sebagai pondasi masa depan Indonesia.
Salah satu program unggulan yang menjadi ujung tombak komitmen tersebut adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024. Menurut Risal, program ini memiliki dua kelompok sasaran utama.
“Sasaran penerima manfaat terdiri dari peserta didik dan non-peserta didik. Peserta didik meliputi anak-anak dari TK, PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, madrasah, pesantren, hingga sekolah luar biasa. Sementara non-peserta didik mencakup tiga kelompok penting: balita, ibu hamil, dan ibu menyusui,” jelasnya.
Salah satu inovasi penting dalam implementasi MBG adalah pembentukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Istilah ini dipilih karena mencerminkan fungsi yang jauh lebih luas dibandingkan sekadar “dapur umum”.
“SPPG bukan hanya tempat memasak bahan makanan. Di sana juga menjadi tempat pertemuan antara supplier dengan pembeli, dalam hal ini pemerintah atau yayasan, serta menjadi pusat edukasi gizi bagi masyarakat,” terang Risal.
Hingga kini, sudah terdapat sekitar 12.500 SPPG yang tersebar di seluruh Indonesia, melayani lebih dari 35,6 juta penerima manfaat. SPPG dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu aglomerasi (wilayah padat penduduk) dan terpencil (wilayah dengan akses terbatas).
“Pelayanan ideal SPPG dibatasi oleh radius maksimal 6 kilometer (km) atau waktu pengantaran makanan 30 menit agar kualitas dan kesegaran gizi tetap terjaga,” tutur Risal.
Menutup paparannya, Risal menyampaikan pesan yang menggugah nurani bagi seluruh elemen bangsa. “Anak-anak hari ini adalah wajah Indonesia 20 tahun ke depan. Kalau kita ingin melihat seperti apa Indonesia Emas 2045, maka lihatlah bagaimana kita memberi makan anak-anak kita hari ini,” tambahnya.
Dengan semangat kolaborasi dan empati, pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) bertekad memastikan setiap anak Indonesia, baik di kota maupun pelosok negeri, memiliki hak yang sama untuk tumbuh sehat, cerdas, dan bergizi. (her)








