• Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Koran
indoposco.id
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks
No Result
Lihat Semua
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks
No Result
Lihat Semua
indoposco.id
No Result
Lihat Semua
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
  • Koran
Home Disway

Mak Edi

Juni Armanto Editor Juni Armanto
Jumat, 23 September 2022 - 08:00
in Disway
disway

disway

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Dahlan Iskan

INDOPOSCO.ID – Di Barat, Islam Nusantara dikenal karena Prof Dr Azyumardi Azra. Yang meninggal di Kuala Lumpur 18 September lalu. Salah satunya berkat bukunya yang terkenal ini: Jaringan Ulama. Khususnya ulama Timur Tengah dan Nusantara abad ke-17 dan 18.

BacaJuga:

Pengampunan Presiden

Rahmanullah Lakanwal

Parade Kalkun

“Mungkin sudah banyak orang yang menjelaskan soal kekhasan Islam di Indonesia sebelum itu. Tapi yang dipercaya Barat hanya Mak Edi,” ujar Prof Dr Komaruddin Hidayat. Komaruddin adalah ulama, intelektual dan pemain golf kelas sufi. Prof Komar menerbitkan buku tentang bermain golf –ditinjau dari sudut spiritual.

Mak Edi yang dimaksud tidak lain adalah Prof Azyumardi Azra. Nama panggilan Edi berasal dari unsur ”Di” di bagian akhir nama pertamanya. Panggilan Edi muncul karena begitu banyak temannya yang dari Jawa yang kesulitan mengeja nama Azyumardi Azra.

Keluarga pun ikut memanggil Prof Azra dengan Edi. Tapi pakai kata ”Mak” di depannya: Mak Edi. Kependekan dari Mamak Edi. Itu sekaligus menandakan bahwa Prof Azra berasal dari ranah Minang.

Prof Azra lahir di Padang Pariaman. Tahun 1955. Dua tahun lebih muda dari Prof Komaruddin Hidayat. “Saya kelihatan lebih muda karena main golf,” gurau Prof Komar.
Tapi kelihatan lebih muda itu ada ruginya juga. Prof Komar baru jadi rektor UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Jakarta, justru setelah juniornya itu.

Dua tokoh intelektual Islam itu sama-sama pernah jadi wartawan dan redaktur. Yakni di majalah Panji Masyarakat yang dipimpin ulama besar Buya HAMKA. Dua-duanya juga penerus kebijakan ”belajar Islam ke Barat”.

Komaruddin ke Ankara dan kemudian ke Connecticut Amerika Serikat. Prof Azra ke Columbia University, New York.

Di Columbia itulah Prof Azra meraih gelar doktor dalam ilmu sejarah. Disertasinya tentang jaringan ulama dunia. Lengkap dengan sejarahnya selama dua abad: 17 dan 18. Sampai pun ke Indonesia. Disertasi itulah yang kemudian diterbitkan sebagai buku. Jadilah buku itu sebagai literatur ilmiah yang sangat penting.

“Orang Barat hanya percaya yang ilmiah. Buku ini ilmiah sekali. Itu disertasi doktor. Dari universitas terkemuka di dunia pula,” ujar Prof Komar. Karya ilmiah dari universitas terkemuka. Barat pun mau mengakui dan memercayainya.

Banyak juga sebenarnya yang pernah menjelaskan soal Islam Nusantara ke dunia luar. Tapi umumnya tidak dalam format karya ilmiah. “Yang banyak itu formatnya kutbah. Orang Barat tidak percaya kutbah,” tambahnya.

Di luar buku itu, Prof Azra dikenal sangat rajin membuat makalah. Begitu sering ia diundang seminar. Makalahnya selalu ditulis dengan serius. Islam Nusantara oleh Prof Azra dinarasikan secara ilmiah. Lalu jadi rujukan di Barat: ternyata ada negara dengan penduduk mayoritas Islam tapi bukan negara Islam. Dalam bahasa Inggris buku itu berjudul Islam in the Indonesian World.

Maka kerajaan Inggris memberikan gelar ”Sir” kepada Prof Azra. Nama penghargaan itu: Commander of the Order of British Empire.

Dengan gelar ”Sir” itu beliau berhak dimakamkan di Inggris. Beliau juga boleh keluar-masuk Inggris setara dengan bangsawan Inggris. Itu satu-satunya di Indonesia. Itu satu-satunya di luar negara-negara Persemakmuran di Asia. Prof Azra istimewa.

“Tapi kami tidak pernah menggunakan keistimewaan itu,” ujar Emily Azra, putri bungsunya. “Ayah juga tidak pernah menggunakan gelar Sir untuk diri beliau,” tambah Emily. Kalau ada yang pernah menuliskan gelar ”Sir” di depan nama Azyumardi Azra itu orang dari luar.

Islam Nusantara belakangan menjadi istilah yang umum. Tapi orang Minang sendiri tidak setuju dengan istilah Islam Nusantara. Islam ya Islam. Penolakan itu karena istilah Islam Nusantara, belakangan, lebih dihubungkan dengan Walisongo dan adat Jawa. Dan lagi Prof Azra memang tidak banyak menyebut jaringan Walisongo dalam penelitian ilmiah untuk buku Jaringan Ulama. Ini juga dipersoalkan oleh intelektual muda Islam seperti Aguk Irawan MN. Dan Prof Azra, kata Aguk, dalam sebuah tulisannya, mengakui itu.

Aguk, anak Lamongan nan NU, adalah sastrawan terkemuka dan pemikir muda Nahdliyin. Ia banyak menerjemahkan buku dari bahasa Arab. Ia alumni Al Azhar Kairo di ilmu filsafat akidah. Doktornya dari UIN Sunan Kalijogo Yogyakarta. Novelnya Titip Rindu ke Tanah Suci mendapat penghargaan sastra.

Ulama Indonesia yang banyak disebut dalam jaringan Azra adalah Abdurrauf as-Singkili. Ulama dari Singkil, Aceh. Bacalah sendiri buku Prof Azra. Yang dijual di Tokopedia dengan harga Rp 190.000.

Orang seperti Prof Komar dan Prof Azra adalah contoh intelektual yang dilahirkan secara sengaja. Kampus Ciputat memang lambang kebangkitan intelektual Islam yang bisa diterima Barat.

Tokoh di balik semua itu adalah Munawir Sjadzali. Ia menteri agama di zaman Pak Harto yang berlatar belakang diplomat. Pikirannya lebih global. Maka ia dorong alumni UIN di mana pun untuk meraih gelar doktor di Barat. Tidak lagi hanya di Mesir atau Arab Saudi.
Munawir adalah sopir perubahan itu. Tapi jalan untuk ke sana sudah disiapkan oleh tokoh seperti Prof Mukti Ali. Ia menteri agama yang kalau pidato sering tidak memulai dengan assalamualaikum. Ia intelektual Islam yang sering bicara langsung pada pokok persoalan. Di dirinya, iklim ilmiah tidak tenggelam oleh kalimat-kalimat basa-basi yang mubadzir.

Perintis jalan lainnya adalah Prof Harun Nasution. “Prof Harun-lah yang menyadarkan kita bahwa dalam Islam begitu banyak aliran dan kita menjadi bisa menerima perbedaan itu,” ujar Prof Komar.

Maka ketika para dosen muda UIN dikirim belajar ke Barat, tidak ada lagi yang terkejut. Tidak ada lagi yang gegar budaya. “Kita-kita belajar ke Barat tidak lagi dengan perasaan was-was, curiga dan kehati-hatian yang kelewat tinggi,” ujar Prof Komar.

Tentu jasa intelektual pembaharu pemikiran Islam seperti Nurcholish Madjid dan Dawan Rahardjo juga sangat besar. Keilmuan membuat mudah menerima perbedaan.

“Saya kehilangan sekali,” ujar Prof Komar tentang meninggalnya Prof Azra. Tapi dua mantan rektor UIN Ciputat itu sudah melahirkan intelektual muda Islam generasi berikutnya: banyak. Misalnya, Prof.Dr.Mulyadhi Kertanegara, alumni Universitas Chicago, dari departemen filsafat. Di situ ia jadi penerus Cak Nur dalam bidang filsafat Islam.

Ada Prof Dr Jamhari Makruf, alumni ANU, antropologi. Ada Prof Dr Saiful Mujani, Ohio State University di ilmu politik. Juga Prof Oman Fathurrohman, doktor dari UI yang pakar filologi, pakar studi naskah kuno Nusantara.

Di luar itu ada Prof Dr Mun’im Sirry yang sekarang mengajar di universitas Katolik di Indiana, USA. Ia ahli sejarah Quran alumni Al Amin Prenduan, Sumenep.

Saya pun menghubungi Emily, putri bungsu Prof Azra kemarin. Dia akuntan lulusan Universitas Indonesia. Emily bilang ayahnyi memang punya banyak komorbid. Darah tinggi, gula darah, kolesterol, dan asam urat. Komplet. Maka meski Covid sudah reda, ketika Prof Azra terkena virus tersebut, akibatnya sangat fatal. Ia batuk tak tertahankan di atas pesawat yang segera mendarat di Kuala Lumpur. Begitu pesawat mendarat Prof Azra dilarikan ke rumah sakit. Tapi tidak tertolong. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Penerima Bintang Maha Putra Utama –atas jasanya di proses perdamaian di Aceh.
Prof Azra meninggal dunia. Warisan ilmunya, delapan bukunya, menyebar ke seluruh dunia. (*)

Tags: disway
Berita Sebelumnya

Kemendikbud Ristek Sebut Seleksi Guru PPPK Dahulukan Pelamar Prioritas

Berita Berikutnya

Siapa Membunuh Putri (21)

Berita Terkait.

disway
Disway

Pengampunan Presiden

Selasa, 2 Desember 2025 - 08:00
disway
Disway

Rahmanullah Lakanwal

Senin, 1 Desember 2025 - 08:00
disway
Disway

Parade Kalkun

Minggu, 30 November 2025 - 08:00
disway
Disway

Bawazier Soedomo

Sabtu, 29 November 2025 - 08:00
disway
Disway

Empat Dimensi

Jumat, 28 November 2025 - 08:00
disway-kamis
Disway

Rehabilitasi Ira

Kamis, 27 November 2025 - 08:00
Berita Berikutnya
disway

Siapa Membunuh Putri (21)

BERITA POPULER

  • hujan

    Hujan dan Banjir Kader KB Asahan Tetap Antar MBG 3B

    810 shares
    Share 324 Tweet 203
  • Dedi Mulyadi: Siswa Masuk Barak Militer Bukan Latihan Perang, Bantu Kesehatan Mental

    794 shares
    Share 318 Tweet 199
  • Persik vs Semen Padang: Macan Putih siap Mental, Kabau Sirah punya Momentum

    666 shares
    Share 266 Tweet 167
  • DPR Tegaskan Tak Boleh Ada Penolakan Pasien, Imbas Meninggalnya Ibu dan Bayi Ditolak 4 Rumah Sakit

    658 shares
    Share 263 Tweet 165
  • Gary Iskak Tutup Usia, Diduga Alami Kecelakaan

    657 shares
    Share 263 Tweet 164
  • Redaksi
  • Iklan
  • Pedoman Media Siber
  • Standar Perlindungan Wartawan
  • Sertifikat Dewan Pers

© - & DESIGN BY INDOPOSCO.ID.

No Result
Lihat Semua
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks

© - & DESIGN BY INDOPOSCO.ID.